DERAKPOST.COM – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut tenaga honorer bagian administrasi di lingkungan pemerintah daerah (Pemda) banyak diisi oleh tim sukses (timses) atau atau keluarga kepala daerah.
Pernyataan ini Tito sampaikan di depan puluhan kepala daerah itu dikumpulkan di acara Penguatan Aparat pengawasan Intern Pemerintah (APIP), bertempat di kantor Kemendagri pusat. Saat itu, Tito tengah menyinggung anggaran Pemda yang banyak dihabiskan untuk belanja pegawai, salah satunya honorer.
“Ini tenaga administrasi, tenaga administrasi ini rata-rata adalah tim sukses atau keluarganya kepala daerah atau pejabat di situ,” kata Tito saat menyampaikan paparannya di kantor Kemendagri pusat, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).
Tito juga mengatakan, pihaknya tidak mempersoalkan keberadaan tenaga honorer spesialis seperti tenaga kesehatan, perawat dan guru. Namun, pegawai honorer bagian administrasi yang berlatar belakang timses atau keluarga kepala daerah ini tidak memiliki kerja yang jelas.
Jumlah mereka terus menumpuk ketika dilaksanakan pemilu kepala daerah selanjutnya (Pilkada) dan kepala daerah di wilayah itu diganti. Mereka membawa orang-orang baru itu berlatar belakang timses atau keluarga sendiri.
“Dikasih kerjaan, jam 8 masuk, tidak punya keahlian, jam 10 sudah ngopi-ngopi, sudah hilang,” tutur Tito. Dan jika ganti pilkada, ketemu pejabat baru, tim suksesnya masuk lagi, terus numpuk jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus.
Tito menuturkan, banyaknya tenaga honorer menjadi salah satu modus yang dilakukan kepala daerah melambungkan anggaran belanja pegawai. Padahal tak sedikit dari daerah itu bergantung pada kucuran dana dari pemerintah pusat karena memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang kecil atau hanya sekitar 2 sampai 3 persen.
Tito mencontohkan, terdapat daerah yang menganggarkan belanja operasional 67 persen dari APBD. Sementara, 90 persen keuangan Pemda itu bersumber dari pemerintah pusat. Mirisnya, sebanyak 90 persen dana itu sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai mulai dari gaji, tunjangan, dan lainnya.
“Dan ini ada modus yang lain memang harus diselesaikan, ini cukup mendasar ini, yaitu banyaknya itu tenaga honorer,” kata Tito. Dalam hal ini Tito mengamati, daerah-daerah yang bergantung pada transfer pemerintah pusat, anggarannya tersedot ke belanja pegawai yang tidak memiliki keahlian khusus.
Selain itu, mereka juga ada membuat banyak program kegiatan operasional disalurkan untuk pegawai. Sehingganya itu belanja modal yang betul-betul menyentuh untuk rakyat, membangun jalan, mungkin cuma 15-20 persen, jadi tidak ada kemajuan apa-apa.
Tito menekankan, APIP mesti masuk lebih dalam dan memantau berbagai perencanaannya instansi pemerintah tempat mereka bertugas. Menurut Tito, APIP memiliki fungsi yang strategis untuk mencegah terjadinya tindak pidana oleh instansi atau kepala daerah terkait.
Mereka juga diharapkan tidak hanya mengaudit masalah pidana di instansi terkait, tapi melainkan seperti mutasi, perilaku anggota, hingga akan efisiensi anggaran. “Salah satu pencegahan itu adalah dengan memperkuat APIP-APIP ini, sehingga tidak terjadi masalah hukum,” kata Tito.**Rul