DERAKPOST.COM – Hingga saat sekarang, halnya permasalahan PT Pertamina masih menjadi perbincangan hangat. Seperti ada dipapar Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto, untuk Menteri BUMN Erick Thohir itu bertanggung jawab atas dugaan korupsi dalam hal pengadaan minyak tersebut.
‘’Kasus yang berhasil diungkap Tim Pidana Khusus (Pidsus) dari Kejaksaan Agung ini menyebabkan potensi kerugiannya negara hingga Rp968,5 triliun yang dalam periode 2018–2023, dan malah melibatkan empat subholding Pertamina,’’ ujarnya seperti hal dikutip dari strategi.id.
Sejak proses penyelidikan dimulai oleh Tim Pidsus pada Oktober 2024 hingga kini, Erick Thohir selaku Menteri BUMN, sebutnya, belum melakukan langkah pembenahan ataupun pencopotan terhadap pejabat Pertamina yang diduga terlibat.
‘’Ini patut dipertanyakan, terlebih jika mereka hanya belum ditetapkan sebagai tersangka karena faktor waktu,” ujar Hari. Ia juga menilai pernyataan dini Jaksa Agung dan Jampidsus yang menyebut Erick Thohir tidak terlibat dalam kasus ini sebagai tidak masuk akal dan menimbulkan kecurigaan publik.
Maka memberi kesan bahwa Jaksa Agung dan Jampidsus sudah masuk angin. Lebih lanjut, Hari juga menyoroti pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Dr Mia Amiati, sebagai Komisaris Bank Mandiri oleh Erick Thohir yang disebut-sebut publik sebagai bentuk gratifikasi terselubung kepada Jaksa Agung.
Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera menegur dan mencopot Erick Thohir dan Jaksa Agung ST Burhanuddin, karena kebijakan dan sikap keduanya dinilai mencoreng komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi.
Hari juga menegaskan pentingnya pengusutan tuntas seluruh pihak yang terlibat, termasuk aktor intelektual dan penerima manfaat dari korupsi ini.
Ia menyoroti keberadaan makelar kasus (markus) dan makelar jabatan (marjab) berinisial ESB yang disebut kerap memanfaatkan kasus demi keuntungan pribadi, dengan menjual-jual nama pejabat tinggi Pertamina untuk mengatur proyek maupun jabatan.
Ia pun meminta Kejagung untuk menerapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi pengadaan minyak tersebut.
“Sudah dua bulan saya amati, media massa terkesan menampilkan Kejagung tidak serius mengungkap keterlibatan aktor besar dalam permainan impor minyak ini,” ucap Hari.
Justice Collaborator
Hari juga meminta agar pihak Kejagung segera memeriksa pihak-pihak yang disebut di media sosial sebagai bagian dari jaringan mafia impor minyak, seperti sosok Mister James dan kelompoknya.
Menurutnya, mereka bisa mengungkap keterlibatan sejumlah pihak, termasuk pejabat Pertamina yang diduga bekerja demi kepentingan inisial ET, BT, MRC, dan HR.
“Termasuk menelusuri kontrak jangka panjang Pertamina dengan perusahaan minyak Irak, SOMO, sebanyak 3 juta barel minyak Basrah yang diduga melibatkan Hatta Rajasa dan Moch Reza Chalid,” tambahnya.
Jika dalam waktu satu bulan ke depan Kejagung tidak menunjukkan keseriusan dalam mengungkap aktor intelektual di balik skandal ini, SDR menyatakan siap bergabung dengan Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI), yang dipimpin Mirah Sumirat, serta Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), yang dipimpin Yusri Usman, untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung dan Kementerian BUMN.
Sebagai penutup, Hari mengusulkan agar Presiden Prabowo mempertimbangkan pemberian status justice collaborator (JC) kepada Moch Reza Chalid, jika ia bersedia kembali ke Indonesia, mengembalikan dana hasil kejahatan, serta membongkar keterlibatan para pejabat dari kalangan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang diduga menerima komisi dari praktik impor minyak ilegal selama 20 tahun terakhir.
Sebagai informasi, sejak 27 Februari 2025, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola impor minyak mentah dan produk kilang Pertamina periode 2018–2023.
Tersangka terdiri atas enam pejabat Pertamina dari subholding PT Pertamina Patra Niaga, PT Kilang Pertamina Internasional, dan PT Pertamina International Shipping, serta tiga petinggi perusahaan swasta dari PT Orbit Terminal Merak, PT Navigator Khatulistiwa, dan PT Jenggala Maritim. Seluruh tersangka saat ini ditahan di Rutan Kejagung. (Dairul)