TANGGAL 24 September 2022, kembali kita memperingati Hari Tani Nasional. Catatan mengingatkan Hari Tani Nasional dirayakan setiap tanggal 24 September, terutama oleh para petani di seluruh Indonesia. Tanggal ditetapkan sebagai pengingat bahwa pada tanggal itu tahun 1960, Presiden Republik Indonesia Soekarno menetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Bicara Hari Tani, tentu saja tidak lepas kaitan nya dengan yang nama nya petani. Menurut pandangan Bung Karno Petani merupakan akronim dari Penyangga Tatanan Negara Indonesia. Oleh karena itu Bung Karno juga lah yang memberikan sebuah kepanjangan khusus untuk kata ‘petani’, yakni sebagai Penjaga Tatanan Negara Indonesia, yang disampaikan pertama kali pada tahun 1952.
Satu persoalan besar yang perlu dijadikan percik permenungan di saat bangsa ini memperingati Hari Tani Nasional adalah masalah regenerasi petani, yang kelihatan nya sudah kelap kelip menunjukan lampu merah. Itu sebab nya menjadi cukup relevan jika hal ini bahas secara sungguh-sungguh agar diperoleh jalan keluar terbaik nya.
Regenerasi petani saat ini kembali ramai dibincangkan para pihak. Semakin enggan nya kaum muda untuk berprofesi sebagai petani, membuat para pengambil kebijakan di sektor pertanian, sedikit kebingungan untuk mencari generasi penerus yang bakal berkiprah menjadi petani di negeri agraris ini. Di sisi lain, para petani yang sekarang ini ada, rata-rata sudah berumur di atas 50 tahun.
Satu dasa warsa ke depan, mereka akan dimakan usia dan sangat sulit untuk bekerja lebih produktif. Itu sebab nya, kita tidak boleh bermain-main lagi dengan urusan regenerasi petani. Sekali nya kita salah dalam menerapkan kebijakan, boleh jadi akan membawa dampak buruk bagi masa depan pembangunan pertanian di Tanah Merdeka ini.
Kerisauan akan ada nya fenomena anak muda enggan jadi petani sebetul nya telah mengemuka sejak 40 tahun lalu. Isu yang berkembang kala itu adalah ada nya sebagian anak muda perdesaan yang lebih memilih untuk bekerja di luar sektor pertanian. Mereka lebih memilih jadi buruh harian lepas di perkotaan dengan penghasilan yang tidak menentu, ketimbang harus bekerja menjadi petani.
Kalau pun harus tinggal di perdesaan, mereka akan minta kepada orang tua nya untuk dibelikan motor agar dapat bekerja menjadi tukang ojek. Di mata kaum muda, petani bukan lagi pekerjaan yang menjanjikan. Menjadi petani tidak mungkin akan dapat hidup sejahtera. Justru saat ini, yang nama nya petani merupakan gambaran kemiskinan sebuah warga negara.
Kaum tani, khusus nya mereka yang disebut petani gurem dan buruh tani adalah potret warga negara yang kondisi kehidupan nya cukup memprihatinkan. Itu pun bila tidak berkenan disebut memilukan atau mengenaskan. Kemiskinan yang menjerat kehidupan nya, membuat mereka sangat sulit untuk berubah nasib. Mereka tetap sengsara dan melarat.
Sebagian besar dari mereka lebih banyak menggantungkan kehidupan nya kepada bantuan sosial ketimbang profesi yang digeluti nya. Apalagi di masa Pandemi Covid 19, nasib dan kehidupan nya, tidak mungkin hanya mengandalkan penghasilan dari profesi nya sebagai petani gurem atau buruh tani. Tanpa ada bantuan sosial, bisa saja nyawa mereka tidak akan tersambung lagi.
Atas dasar pemikiran yang demikian, kita akan menolak keras jika yang diregenerasikan itu adalah petani gurem dan buruh tani. Ke depan, yang dibutuhkan bangsa ini adalah sosok petani pengusaha yang mandiri dan profesional. Kita harus mampu merubah potret petani gurem dan buruh tani ke arah yang lebih baik. Konsep dasar regenerasi petani, seharus nya berangkat dari pola pikir yang seperti ini.
Hasrat untuk melakukan regenerasi petani, sebetulnya mengumandang sejak lama. Yang kita sesalkan, mengapa Pemerintah tidak secepat nya mengeksekusi keinginan yang mulia ini. Regenerasi petani lebih tampil sebagai jargon ketimbang realisasi. Ini sebetul nya yang harus kita hindari. Regenerasi petani harus sudah dimulai dan jangan sampai ditunda-tunda pelaksanaan nya.
Regenerasi petani, seperti nya butuh sebuah Grand Desain atau Master Plan. Secara nasional, Bapenas dimintakan untuk menyusun dan merumuskan Grand Desain nya. Dalam perancangan perencanaan nya Bapenas dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait. Grand Desain inilah yang akan dijadikan arah pelaksanaan regenerasi petani.
Selain itu, agar pelaksanaan nya terukur diperlukan pula ada nya Road Map Regenerasi Petani. Berbasis Grand Desain, Road Map diharapkan mampu menjadi “peta jalan” para pengambil kebijakan dalam menentukan skala prioritas dari langkah penerapan regenerasi petani. Ayo kita wujudkan regenerasi petani dengan merubah jargon menjadi fakta kehidupan.
Catatan kritis yang sepantas nya kita bincangkan adalah apa dan bagaimana sebetul nya sikap Pemerintah menghadapi situasi yang demikian ? Apakah Pemerintah memiliki solusi cerdas sehingga kaum muda banyak yamg ingin berkiprah menjadi petani ? Apakah ada penjaminan dari negara, bila ada kaum muda yang mau menjadi petani, mereka tidak bakal hidup menderita ?
Salah satu keengganan kaum muda untuk berkiprah sebagai petani, karena profesi petani tampak tidak mampu merubah potret kemiskinan yang saat ini mendera kehidupan nya. Menjadi petani identik dengan masuk ke dunia kesengsaraan. Banyak kisah dan cerita, hidup jadi petani di negeri agraris, sama saja dengan melestarikan kemiskinan.
Itulah sekilas pandangan yang terkait dengan kemiskinan petani. Aneh nya lagi, para orang tua yang kini berprofesi petani melarang anak-anak nya untuk menjadi petani. Pertanyaan nya adalah mengapa para orang tua melarang anak-anak mereka jadi petani ? Apakah mereka sudah sangat merasakan kesusahan nya menjadi petani. Atau, mereka berpikir janganlah suasana hidup miskin yang dialami nya, akan dirasakan pula oleh anak-anak mereka.
Disodorkan pada kondisi yang demikian, Pemerintah seharus nya langsung bersikap dan membuat jaminan menjadi petani di negeri ini akan hidup sejahtera dan bahagia. Penjaminan ini betul-betul sangat dibutuhkan, agar kaum muda memiliki keyakinan baru jika dan hanya jika mereka memilih petani sebagai profesi kehidupan nya. Pertanyaan nya adalah apa, bagaimana dan seperti apa jaminan nya ?
Jaminan jadi petani tidak akan hidup sengsara, mesti nya dirumuskan secara serius dan melibatkan berbagai komponen bangsa. Jaminan ini betul-betul menjadi garansi Pemerintah yang tidak hanya sekedar basa-basi politik. Petani tidak boleh hidup miskin. Petani harus sejahtera. Oleh karena nya, mari kita buktikan jadi petani itu pasti hidup bahagia. Percik permenungan seperti inilah yang paling pantas dilakukan ketika segenap bangsa memperingati Hari Tani nasional 2022
Penulis
H Sugianto
Anggota DPRD Riau dari Fraksi PKB