TULISAN ini mencoba jelaskan secara singkat hubungan Indonesia dan Timor Leste setelah Provinsi ke-27 Indonesia tersebut, yang menjadi sebuah negara merdeka.
Sebelum merdeka, Timor Leste memiliki nama Timor Timur. Sejak merdeka dan pisah dari Indonesia sebutan Timor Timur telah berganti nama dengan Timor Leste atau Republik Democratic Timor Leste atau Timor Lorosa’e.
Provinsi Timor Timur bertahan lebih kurang 23 tahun di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak 17 Juli 1976 hingga 30 Agustus 1999, sesuai Perjanjian Balibo tahun 1975.
Tulisan ini juga menjelaskan bagaimana kedua negara menjalani hubungan yang cukup baik, terlepas dari masa lalu yang menimbulkan konflik dan pertikaian sewaktu masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Timor Leste yang sebelumnya bernama Timor Timur, memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jejak pendapat (referendum) warganya. Pada tanggal 30 Agustus 1999 diadakan referendum yang akhirnya Timor Timur pisah dari Indonesia.
Referendum di mediasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang disaksikan Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia. Hasil referendum di Timor Timur tersebut menunjukkan 79% masyarakat Timor Timur yang berhak memilih, menginginkan kemerdekaan dan pisah dari Indonesia, sedangkan 21% masyarakat Timor-Timur tetap menginginkan menjadi bagian dari Indonesia dengan status otonomi yang seluas-luasnya.
Dalam referendum tersebut ada 2 opsi yang dipilih pertama; merdeka dan pisah dari Indonesia dan opsi kedua; tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan status otonomi yang seluas-luasnya.
Sebelum Timor-Timur merdeka menjadi negara Timor Leste, Portugal menyebut sebagai Provincia Ultramarina (Provinsi Seberang Lautan) dan juga dinyatakan sebagai Integral Part of Portugal. Tapi, setelah pisah dari Indonesia maka hal ini nama Timor Timur berganti nama Timor Leste (Republik Democratik Timor Leste atau Timor Lorosa’e). Secara de facto, Timor Leste merdeka pada 30 Agustus 1999.
Secara de facto pula, Timor Leste telah memiliki wilayah, penduduk (rakyat) serta memiliki pemerintahan, walaupun ketika itu, Pemerintahan di Timor Leste bersifat transisi yang dijalankan Badan PBB (United Nations) yaitu “The United Nations Transitional Administration in Timor Leste”, (UNTAET). UNTAET yang bertugas dan bertanggung-jawab untuk selama masa transisi hingga terbentuk Konstitusi Timor Leste pada 24 Maret 2002.
Presiden pertama yang terpilih yaitu bekas pemimpin FRETILIN yaitu Xanana Gusmao pada 14 April 2002. Secara de jure, Timor Leste diakui oleh dunia internasional pada 20 Mei 2002 dan menjadi anggota PBB (United Nations) pada 27 September 2002.
Hubungan antar ke-2 negara tidak dapat dipisahkan dalam aspek kebudayaan. Secara geografis pula negara Timor Leste memiliki perbatasan darat dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan wilayah Indonesia. Indonesia dan Timor Leste dalam menyelesaikan sengketa perbatasan darat mengedepankan jalur komunikasi.
Sengketa perbatasan darat tersebut adalah perbatasan di Noel Besi-Citrana yang merupakan wilayah di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berbatasan dengan Oecusse_Ambeno yang menjadi bagian dari negara Timor Leste dan juga Bidjael Sunan-Oben yang wilayah tersebut berada di Manusasi, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara, Indonesia selalu mengedepankan perdamaian dan selalu mengajak negara-negara di Kawasan Asia Tenggara tidak terkecuali Timor Leste untuk mewujudkan kestabilan baik politik, ekonomi dan sosial-budaya. Persahabatan kedua negara antara Indonesia dan Timor Leste tidak dapat dipisahkan, walaupun Timor-Timor sudah menjadi negara merdeka.
Baru baru ini, Tim Nasional Sepak Bola Indonesia melakukan pertandingan persahabatan dengan Tim Nasional Sepak Bola Timor Leste. Dan itu yang menjadi salah satu bukti bahwa, dalam hal olahraga hubungan persahabatan Indonesia dan Timor Leste dapat terus dijaga dan ditingkatkan. Dan prinsipnya sejarah terjadi di masa lalu menjadi pembelajaran bagi kedua negara untuk terus menjalin komunikasi dan persahabatan dalam lingkup di kawasan Asia Tenggara.
Penulis:
Hasrul Sani Siregar, MA
Widyaiswara di BPSDM Provinsi Riau
Mantap ulasan sejarahnya bang Hasrul, walau singkat namun cukup banyak fakta yg diuraikan. Namun ada fakta lain yg perlu sy tambahkan, mungkin bisa melengkapi dari perspektif yg lain.
Berangkat dari opsi politik yg dikeluarkan oleh Presiden RI, Bpk BJ. Habibi saat itu, dimana opsi ini lahir dari hasil analisis intelijen kita(TNI) yg menyatakan bhw 8 dari 13 kabupaten yg ada di Timor Timur memilih bergabung dg NKRI (integrasi), sementara 5 kabupaten lain memilih merdeka. Hal ini dikemukakan pada pertemuan terbatas di istana Pangdam Udayana di Dilli (tgl & bulan sy agak lupa). Pertemuan dihadiri Gubernur TimTim, alm. Abillio O. Soares, Kepala BAIS saat itu Mayjen Zaky Makarim, Gubernur NTT alm. Pit A. Tallo, Pangdam Udayana(maaf tdk bgitu ingat, antara Mayjen Adam Damiri atau Mayjen Da Costa), serta beberapa Perwira TNI dari Kodam IX Udayana. Sy sendiri hadir dlm ruangan tsb, dan sangat jelas menangkap semua pembicaraan dari pertemuan terbatas (rhs) tsb, namun tdk mungkin sy uraikan secara detail/rinci hasil pertemuan dimaksud.
Singkat cerita, fakta yg terjadi setelah jajak pendapat, ternyata hasilnya berbeda. Pertanyaannya, Apakah hasil analisis Intelijen kita salah ? Mungkin tdk salah, mungkin juga meleset. Namun ada dua kemungkinan menurut sy, selain hasil analisis tadi yakni, Pertama, pihak kita Indonesia terlalu yakin & percaya dg proses pemilihan yg kawal oleh pasukan PBB sehingga tdk begitu terlibat dlm hal pengawasan selama pemilihan. Kedua, tdk ada pengawalan kotak suara mulai dari proses rekapitulasi suara sampe kotak suara dibawa ke Markas PBB utk dilakukan penghitungan dan pengumuman. Semua proses tsb diatas dikawal penuh dari PBB & pasukan dari Australia (kalo tdk keliru, Unamet & Interfet – lupa kepanjangannya). Dimana Australia kita tau sejak awal sangat getol agar TimTim merdeka krn Australia punya kepentingan di TimTim.
Intinya dari uraian singkat tsb, kita belajar dari persoalan TimTim ini bhw Diplomasi Politik luar negeri kita hrs kuat sehingga tdk kecolongan lagi di masa datang.
Mhn maaf bila pendapat ini kurang berkenan dan lengkap 🙏
Makasih Bang Hasrul Sani Siregar, utk tulisannya yg menambah wawasan 🙏🙏