DERAKPOST.COM – Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan maksud dari pernyataannya terkait dengan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan kubu KSP Moeldoko atas SK Menkumham tentang kepengurusan Partai Demokrat.
Pernyataan soal PK Moeldoko itu sempat disampaikan Mahfud dalam video yang diunggah oleh YouTube Rhenald Kasali beberapa waktu lalu. “Enggak masuk akal kalau dimenangkan (PK kubu Moeldoko) mungkin hakimnya mabuk itu,” kata Mahfud dalam video tersebut.
Dikutip dari cnnindonesia. Hal itu saat menjawab pertanyaan wartawan, Mahfud mengatakan dalam persoalan PK itu, dirinya tidak membela Partai Demokrat, namun membela keputusan pemerintah.
“Soal PK-nya Pak Moeldoko terhadap Partai Demokrat itu ya, saya tidak membela Partai Demokrat. Saya membela pemerintah yang membuat keputusan, yang membuat keputusan itu saya bersama Menkumham. Resminya ditandatangani Menkumham tapi saya bekerja dengan dia,” kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Ia menjelaskan gugatan kubu Moeldoko itu telah kalah dalam tingkatan pengadilan sebelumnya. Sehingga, kata dia, saat diajukan PK, ia membelanya.
“Digugat ke pengadilan, kita bela. Menang. Naik banding, kita bela lagi keputusan pemerintah, menang. Kita bela lagi ke tingkat Mahkamah Agung lalu menang, kan sudah inkrah. Lalu sekarang ada PK, ya saya bela dong ini kan keputusan pemerintah dimana saya ikut membuat,” ucapnya.
Secara logika, menurut Mahfud, kurang masuk akal jika PK yang diajukan kubu Moeldoko saat ini akan dikabulkan oleh hakim.
“Sudah kalah di Menkumham, kalah di tiga tingkat pengadilan, ya berharap terlalu banyak untuk menang itu, menurut saya ya agak kurang masuk akal meskipun bisa saja, kalau ada mukjizat. Termasuk hakimnya menurut saya, hakim yang rasional ya sudah, itu kan hanya soal keputusan sah atau tidak sah,” ujar Mahfud.
Atas dasar itu, ia pun menepis anggapan bahwa PK yang diajukan kubu Moeldoko itu adalah bentuk upaya pemerintah untuk ‘mengerjai’ Partai Demokrat.
“Orang menuduh, ini pemerintah ini ngerjain Partai Demokrat lagi. Tidak ada urusannya. Kita tidak ada urusan dengan Partai Demokrat. Saya membela keputusan pemerintah, karena ini adalah yang digugat bukan Partai Demokrat, tapi keputusan pemerintah. Maka saya bela, karena saya yang ikut membuat keputusan itu,” ujarnya.
Kasus ini bermula ketika kubu Moeldoko membuat Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam KLB itu, Moeldoko didapuk sebagai ketua umum.
Mereka lalu menggugat SK Menkumham yang mengakui Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum Partai Demokrat. Gugatan diajukan ke pengadilan, namun ditolak. Banding pun ditolak. Kubu Moeldoko lantas mengajukan kasasi, namun kembali ditolak. Terbaru, peninjauan kembali diajukan ke MA. **Rul