PALESTINA, Derakpost.com – Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh, meminta kampus-kampus internasional boikot israel eksploitasi mayat untuk eksperimen. Hal itu yang dikarena menggunakan mayat warga Palestina yang ditahan untuk digunakan di laboratorium sekolah kedokteran.
“Tindakan ini disebutnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang mencolok. Otoritas pendudukan (Israel) menambah rasa sakit keluarga yang berduka karena kehilangan anak-anak mereka dengan menahan mayat anak-anak mereka dan menggunakannya di laboratorium sekolah kedokteran di universitas-universitas Israel. Ini pelanggaran mencolok terhadap hak asasi manusia, nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan etika ilmiah,” kata Shtayyeh dilansir dari Wafa News, Senin (4/7/2022).
Dia kemudian meminta universitas-universitas di seluruh dunia untuk memboikot universitas Israel yang terlibat dalam penahanan dan eksploitasi mayat orang-orang Palestina yang terbunuh oleh tembakan tentara Israel.
Dikutip dari republika.co. Hal ini untuk menekan otoritas pendudukan Israel untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang-orang Palestina yang mati dan untuk segera membebaskannya.
Dia mendesak agar lusinan mayat yang ditahan segera diberikan kepada keluarga agar mereka dapat mengucapkan selamat tinggal dengan cara yang pantas dan menghormati perasaan mereka.
Perdana Menteri mengatakan bahwa terorisme Israel terhadap rakyat Palestina tidak berhenti karena jumlah orang yang tewas oleh peluru tentara Israel sejak awal tahun ini yang telah mencapai 78, termasuk 15 anak-anak.
Paling terbaru adalah korban Kamel Alawneh (17 tahun), dari desa Jaba, dan tahanan Saadia Farajallah (68 tahun) yang meninggal saat dia ditahan di penjara Israel.
Shtayyeh juga mengatakan pemerintahnya dengan tegas menolak pekerjaan pemukiman yang dilakukan oleh otoritas pendudukan Israel di kota Yerusalem yang diduduki.
Dia mengatakan bahwa otoritas pendudukan bertujuan untuk memperluas kendali mereka atas tanah milik Palestina di kota suci yang diduduki, terutama yang dekat Masjid Al Aqsa, menekankan bahwa pemerintahnya tidak akan menerima tindakan ini. **Rul