Jikalahari: Banjir Riau Dijadikan Ajang Bagi Sembako, Harusnya Gubernur Evaluasi Izin HTI dan Perkebunan
DERAKPOST.COM – Sebagaimana diketahui sejumlah wilayah se- kabupaten/kota pada Provinsi Riau dilanda banjir. Kondisi inipun, berbagai pihak menyalurkan bantuan pada masyarakat yang terdampak banjir. Begitu pula, tak terkecuali Gubenur Riau memberi bantuan.
Terkait hal ini, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mengeritik langkah Gubernur Riau, Abdul Wahid yang menebar aksi yang bagi-bagi sembako untuk korban banjir menerpa sejumlahan wilayah di Riau saat ini. Tindakan ala sinterklas itu, dinilai sebagai budaya lama diwarisi pemimpinan Riau sebelumnya.
“Tidak seyogyanya lagi hal Gubernur RiauĀ Abdul Wahid harus menghentikan budaya bagi-bagi sembako untuk korban banjir itu, seperti hal yang dilakukan pihak gubernur sebelumnya. Karena, idealnya itu aksi bagi sembako cukup disalurkanya dinas terkait. Posisi gubernur semestinya carikan solusi,”
kata Okto Yugo Setiyo.
Koordinator Jikalahari ini, menyampaikan dalam keterangan tertulisnya kepada awak media, bahwa posisi gubernur mencarikan solusi kedepannya agar banjir bisa teratasi atau dikendalikan. Okto mengatakan, untuk hal ini ada pilihan konkret paling tepat yang bisa dilakukanya. Yakni mengevaluasi total tata ruang dan izin korporasi hutan tanaman industri (HTI) serta perkebunan kelapa sawit.
āGubernur Riau mestinya me-review tata ruang dan mengevaluasi izin korporasi HTI dan perusahaan sawit disebut penyebab deforestasi yang mengakibatkan banjir,ā kata Okto. Dia juga mengeritik hal solusi membangun bendungan yang ditawarkan Abdul Wahid dalam mengatasi banjir saat ini.
Menurut Okto, banjir yang terjadi saat ini bukan hanya karena pembukaan pintu air PLTA Koto Panjang di Kampar. Karena faktanya, sejumlah wilayah di Riau yang terkena banjir, tidak semuanya terhubung dengan Sungai Kampar. Misalnya banjir di Rokan Hulu, Indragiri Hulu dan Kuantan Singingi
“Gubernur Abdul Wahid harusnya melihat persoalan banjir dari hulu hingga ke hilir. Pembukaan pintu PLTA Koto Panjang bukanlah satu-satunya penyebab banjir,” imbuh Okto.
Hasil analisis Jikalahari, selain curah hujan, banjir yang terjadi di Riau juga disebabkan pembukaan hutan alam di sepanjang sungai-sungai besar di Riau. Seperti Sungai Kampar,Ā Sungai Rokan dan Sungai Indragiri. Hutan alam di sepanjang sungai ini berubah menjadi perkebunan sawit dan hutan tanaman industri (HTI).
āJika Gubernur Abdul Wahid ingin menyelesaikan persoalan banjir, maka ia harus berani rekomendasikan agar perusahaan sawit dan HTI di sepanjang sungai ini dievaluasi, bahkan dicabut izinnya, jika tidak miliki sistem pengelolaan lahan yang aman bagi lingkungan,ā kata Okto.
Ini katanya, harus.menjadi perhatian Abdul Wahid dalam hal penanggulangan banjir di Riau. Karena menurut Okto, terdapat 38 desa di Kabupaten Rohul dan Kampar yang terkena banjir. Tetapi dalam ini, Jikalahari mendapati adanya aktivitas sebanyak 27 perusahaan perkebunan sawit dan bahkan 2 perusahaan HTI berada di sekitar lokasi banjir.
Berdasarkan data, sejak 2000 hingga 2024 di areal sekitar banjir, sekitar 81 persen atau seluas 28.176 hektare hutan alam yang berada di 29 perusahaan di kawasan banjir itu, mengalami deforestasi.
“Jikalahari merekomendasikan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid untuk melakukanĀ reviewĀ izin HTI dan kelapa sawit yang berada di sepanjang Sungai Kampar, Sungai Rokan dan Sungai Indragiri serta melakukan pemulihan di areal tersebut,” pungkas Okto.Ā (Dairul)