DERAKPOST.COM – Hari inikan tepat 2 September 1985 lalu, terjadi peristiwa sejarah di Provinsi Riau. Kejadian tahun itu jadi tonggak sejarah bagi Riau. Untuk dikenang sebagai tonggak demokrasi di Negeri Lancang Kuning. Kala itu, bahwa para wakil rakyat di lembaga DPRD Riau berusaha menentukan sendiri gubernur ini dengan memilih Ismail Suko.
Tentu yang bertentangan dengan rezim Soeharto, meinginkan Imam Munandar dari TNI untuk memimpin Riau. Dimana, diketahui pada saat pemungutan suara melalui voting anggota legislatif (DPRD Riau), maka Ismail Suko dengan raihan 19 suara, Mayjen Imam Munandar raih 17, dan Abdul Rachman Hamid 1 suara. Artinya, gubernur terpilih saat itu Ismail Suko, yang mengungguli rivalnya.
Meski itu terpilih secara politik, ternyata Ismail Suko tidak mendapat pengakuan dari Presiden RI Soeharto yang sebagai gubernur terpilih. Karena sejak awalnya itu meinginkan Mayjen Imam Munandar.
Ismail Suko dan pendukungnya sempat menolak mundur, namun karena adanya tekanan. Dan kebesaran hati ia akhirnya mengalah.
Peristiwa itu menggegerkan Indonesia dan dinilai sebagai bentuk perlawanan daerah terhadap rezim Soeharto. Maka mengenang peristiwa ini, anak kandung dari Ismail Suko, yakni Joni Irwan, pada wartawan mengatakan, bahwa sampai disaat ini selaku anak almarhum, tentu peristiwa itu masih sangat membekas. Karena, peristiwa cikal bakal reformasi dimasanya.
Joni Irwan yang menjabat Asisten III di Setdaprov Riau, juga Plt Sekwan DPRD Riau ini mengenang, bahwasa ayahnya Ismail Suko masa itu menjabat sebagai Sekwan DPRD Riau, dikala itupun hanya mendapat perintah untuk sebagai calon gunernur pendamping dimasanya. Yang sehingga saat itu ada calon diunggulkan dan hanya sebagai pelengkap.
Namun dengan kondisi runyam, saat itu para anggota dewan malah melakukan semacam siasat untuk bisa melakukan proses pergantian gubernur diketika itu.
“Tapi kalau saya selaku anak tidak tahu secara langsung karena bukanya pelaku sejarah. Tetapi yang jelas bagi keluarga, kegiatan 2 September 1985 itu, begitu membekas,” katanya.
Ia mengatakan, pada saat itu, perintah dan keinginan dari pusat memang harus diikuti oleh anggota DPRD kala itu. Yang seperti itu pula dialami ibunya. Dimana
ibunya yang merupakan anggota DPRD Riau, diminta pusat untuk tidak memilih suaminya Ismail Suko dan harus tunduk memilih salah satu calon dipersiapkan pemerintah pusat.
“Kami inikan anak-anaknya, mendengar kegiatan itu tentu tak secara langsung. Saya waktu itu sedang kuliah di Jogja. Kita hanya membaca di koran, diketika terjadi pemilihan, dan proses yang bisa dikatakan ada ancaman dan hal lainya. Sehingga tentu sangat perihatin dengan kondisi orang tua, pada kala itu. Terlebih waktu itu komunikasi sempat terputus,” kenang Joni Irwan.
Lebih lanjut dikatakan Joni Irwan, kalau ayahnya sebagai abdi negara waktu itu dimintakan mengundurkan diri. Namun, demikian ayah ada mendapatkan suatu kehormatan jadi anggota DPR RI, tetapi satu periode. Itu juga hasil pendekatan politik mungkin ayah diminta undurkan diri dalam rangka meloloskan jabatan yang lama sebagai gubernur.
“Akhirnya ayah menjadi anggora DPR RI dan kami ini anak-anaknya memaklumi karena situasi politik,” ujarnya. Dia juga mengatakan, bahwa peristiwa sejarah tersebut menjadi proses pembelajaran politik, dimana para anggota DPRD itu pun berjuang penuh dengan perjuangan. Dan cikal bakal reformasi Riau.
Untuk diketahui peristiwa 37 tahun lalu itu sekarang menjadi refleksi yang tidak terlupakan. Walau, dimana Ismail Suko sosok abdi negara ini meninggal dunia pada tahun 2011 silam. Artinya, saat ini sudah 11 tahun Ismail Suko meninggal dunia. Untuk diketahui, Ismail Suko lahir pada 15 Juni 1932 di Rokan Hulu, yang meninggal dunia di RS Mahkota Malaka, Malaysia, Senin 16 Mei 2011 lalu. **Rul