PEKANBARU, Derakpost.com- Gegara korupsi alat rapid tes covid-19, Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Kepulauan Meranti nonaktif Misri Hasanto divonis 1 tahun penjara. Misri terbukti lakukan korupsi alat rapid test covid-19 bantuan Kementerian Kesehatan RI. Sehingga telah merugikan negara Rp195 juta.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru yang diketuai Dahlan menyatakan Misri bersalah melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Menyatakan terdakwa Misri Hasanto terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Misri Hasanto selama satu tahun,” ujar Dahlan.
Selain penanda, majelis hakim juga menghukum Misri Hasanto membayar denda Rp50 juta. Dengan ketentuan jika tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana 1 bulan kurungan.
Atas vonis tersebut, terdakwa melalui kuasa hukumnya Wahyu Awaloeddin menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama juga dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Pikir-pikir yang mulia,” kata JPU.
Vonis hakim ini lebih ringan dari tuntutan JPU, Sri Mulyani Anom sebelumnya yakni selama 1 tahun 3 bulan. Misri dituntut membayar denda Rp100 juta atau subsider 3 bulan kurungan.
JPU juga menuntut terdakwa juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp194.900.798. Apabila satu bulan sesudah putusan yang berkekuatan hukum tetap, terdakwa tidak membayar maka harta bendanya yang telah disita dilelang untuk menutupi uang pengganti atau diganti penjara selama 9 bulan.
Perbuatan Misri Hasanto berawal ketika Direktorat Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI mendistrisbusikan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antibody Covid-19 merek Inde kepada Kantor Pelayanan Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kelas II Pekanbaru sebanyak 30.000 pcs senilai Rp3.588.990.000.
Pembelian alat itu bersumber dari revisi anggaran APBN tahun 2020 dan akan digunakan untuk memenuhi persyaratan protokol pengawasan pelaku perjalanan keluar dan/atau masuk bandar udara dan pelabuhan laut dalam rangka kehidupan masyarakat produktif dan aman dari virus disease 2019 (Covid-19) di wilayah kerja KKP Kelas II Pekanbaru.
Berdasarkan Surat Edaran Nomor: HK.02.01/Menkes/382/2020 menerangkan surat keterangan pemeriksaan RT-PCR atau rapid test penumpang dan awak alat angkut yang melakukan perjalanan dalam negeri diterbitkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah dan swasta yang ditetapkan oleh dinas kesehatan daerah kabupaten- kota.
Hal ini menyebabkan adanya penumpukan stok barang alat Rapid Diagnostik Test/RDT Covid-19 di KKP Kelas II Pekanbaru. Drs. Sarifuddin Saragih selaku Kepala KKP Kelas II Pekanbaru mengirimkan surat kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Kepulauan Meranti perihal Pemberitahuan Kegiatan Rapid Test Covid-19 dan Permohonan Bantuan Tenaga Kesehatan.
Dalam surat tersebut menyebutkan bahwa KKP Kelas II Pekanbaru akan mengadakan rapid test Covid-19 dengan sasaran masyarakat Pelabuhan Tanjung Harapan Selat Panjang. Jadwal disesuaikan dengan permohonan instansi terkait.
Bupati kepulauan Meranti selaku Ketua Satgas Covid-19 Kabupaten Kepulauan Meranti memberitahukan kepada terdakwa untuk menindaklanjuti program yang ditawarkan KKP Kelas II Pekanbaru. Kemudian terdakwa menyurati KKP Kelas II Pekanbaru dan meminta alat rapid test
dengan sasaran sebanyak 2.276 orang.
Namun data yang dikirimkan tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya karena dibuat oleh terdakwa tanpa melalui pendataan kepada instansi-instansi yang membutuhkan. KKP Kelas II Pekanbaru mengirim 2.000 pcs dengan merk Indec Covid-19 IgG/IgM.
Setelah itu terdakwa kembali mengirim dua kali surat permintaan penambahan alat rapid test ke KKP Kelas II dengan jumlah masing-masing 500 pcs. Total alat Rapid Diagnostik Test/RDT Covid-19 dengan merk Indec Covid-19 IgG/IgM yang dikirim jadi 3.000 pcs dengan harga satuan
Rp.119.633 atau Rp358.899.000.
Setelah diterima harusnya alat itu disimpan di gudang /Instalasi farmasi. Namun oleh terdakwa alat itu disimpan di ruang kerjanya pada Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti serta tidak dilaporkan dan dicatatkan sebagai aset persediaan barang milik daerah pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Terdakwa juga tidak mendistribusikan alat sebagaimana yang diharapkan dalam penanganan Covid-19. Alat itu malah dikomersilkan dengan menarik dana dari masyarakat rata-rata Rp150 ribu, bahkan lebih untuk satu alat rapid test dan ada pula yang dibuat skema kerjasama dengan pihak lain. **Fad