DERAKPOST.COM – Persoalan pers, khusus tingkat Nasional ini, seakan tiada habisnya. Selain halnya ada dugaan praktik monopoli anggaran publikasi oleh pihak media-media Aliansi Dewan Pers pada Pemerintahan dan swasta. Kini malah muncul dugaan skandal korupsi dana UKW di PWI Pusat dari BUMN atas persetujuan Presiden RI Jokowi.
Selain itu, masalah krusial lain yang hampir mencapai tiga dekade atau dasawarsa pada istilah dan pemberlakuan Konstituen Dewan Pers secara langsung atau tak langsung itu telah sangat berdampak merugikan ribuan wartawan serta perusahaan pers di seluruh Indonesia. Hal ini di nilai menyalahi dari sisi implementasi aturan perundang-undangan yang berlaku.
“Karena labelisasi konstituen Dewan Pers terhadap organisasi Pers di Indonesia dan non konstituen Dewan Pers. Ini merupakan bentuk diskriminasi dan juga ketidakadilan bahkan suaru bentuk lain dari pembunuhan karakter wartawan serta perusahaan Pers, dan Organisasi Pers itu yang sudah resmi berbadan hukum,” kata Feri Sibarani.
Ketua Umum (Ketum) di Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI), tegaskan seperti halĀ pemberlakuan soal Konstituen Dewan Pers ataupun Non Konstituen Dewan Pers terhadap sejumlah organisasi Pers di Indonesia ini sudah pada tahap memasuki permasalahan serius. Kata dia, hal ini tidak boleh dibiarkan. Maka meminta, sekiranya Presiden Jokowi memanggil Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu.
“Kami dari PPDI ini meminta pada Presiden RI Jokowi, agar dengan segera memanggil Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu. Ini, halnya untuk mempertanyakan apa dasar hukum penyematan istilah Konstituen Dewan Pers dan Non Konstituen Dewan Pers terhadap sejumlahan organisasi Pers di Indonesia,ā ungkap Feri Sibarani.
Karena sambungnya, tujuan pemanggilanya padaa Ketua Dewan Pers terkait Konstituen tersebut, dikarena ini dapat menjadi bahaya laten dalam kehidupan Pers Indonesi.Yang seharusnya merdeka dalam hal melakukan operasional untuk dapat mengembangkan institusi, bahkan dalam rangka kepentingan Perusahaan Pers dan Wujudkan Kedaulatan Rakyat sesuai dengan semangat perubahan di dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Alasan PPDI dan sejumlah besar wartawan dan Perusahaan Pers di daerah bermaksud mempertanyakan soal istilah tersebut yang dikarenakan adanya bentuk kerugian nyata dan potensi kerugian berlanjut. Ini, dengan perkiraan tidak terhingga. Secara ekonomi, yang karena pada praktiknya itu pemerintah dan pihak swasta kerap menjadikan status Konstituen Dewan Pers sebagai tolok ukur untuk bermitra dengan bertujuan itu saling menguntungkan.
āDewan Pers itu harus bertanggung jawab secara hukum atas hal pemberianya status Konstituen Dewan Pers dan Non Konstituen Dewan Pers terhadap organisasi Pers. Yang kami minta penggiringan istilah demikianĀ itu harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Secara prinsip-prinsip hukum di Negara Indonesia, dalam rangka apapun, dan konteks apapun sangat tak dibenarkan adanya perlakuan diskriminasi,” katanya.
Terkait hal itu, PPDI merupakan organisasi Pers yang sah dan berbadan hukum sesuai dengan Undang-Undang Pers. Disini sangatĀ melihat kebijakan yang dibuat Dewan Pers suatu bentuk lain dari praktik pembunuhan karakter dan serta ituĀ perampasan hak-hak organisasi Pers lainnya yang seharusnya ini mendapatkan perlakuan bahkan pengakuan yang sama ditengah kehidupan bangsa dan negara.
āNegara telah memberikan Mandat kepada Dewan Pers dalam pasal 15 UU Pers, tidak sedikit pun memiliki prasa atau makna agar bisa melahirkan suatu perbedaan perlakuan diantara Insan Pers Indonesia. Melainkan Negara memberikan mandat kepada Dewan Pers justru untuk menjamin Kemerdekaan Pers Indonesia, itulah dari hasil Reformasi besar terhadap kehidupan Pers Indonesia, yang puluhan tahun berada dalam kondisi terpasung oleh penguasa. Bukanya, untuk melahirkan kasta,ā jelas Feri.
Pria dari lulusan Magister Hukum Unilak itu mengatakan, sudah saatnya ini Dewan Pers membuka mata dan lebih objektif melihat kenyataan sesungguhnya pada Dunia Pers Indonesia dengan segala permasalahanya yang timbul akibat Peraturan Dewan Pers. Bahkan sebutnya, PPDI sejak berdiri awal tahun 2022 lalu, sangat banyak menerima keluhan dari wartawan bahkan Perusahaan Pers berbadan hukum. (Rul)