DERAKPOST.COM – Selain yang dikenal sebagai Kota Baja, Cilegon juga terkenal dengan Kota Tanpa Gereja. Kota berada di Provinsi Banten terkesan anti dengan Pembangunan Gereja, alih-alih tidak ada persetujuan alias penolakan dari Warga setempat.
Informasi diperoleh dari Tim Observasi dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), bahwa ditahun 1970-an terdapat perjanjian dan kesepakatan, yaitu antara Bupati Serang (sebelum pemekaran) itu atas nama Ronggo Waluyo, sama salah satu Perusahaan besar di Cilegon yang tidak memperbolehkan Kegiatan Ibadah Umat Nasrani.
“Kondisi ini tidak boleh dibiarkan ! Kota Cilegon ini terbukti sebagai daerah yang tingkat toleransi paling terendah sesuai Setara Institute, 2015-2021. Diketahu ini diskriminasi dibaliknya topeng pluralism masih saja terjadi. Pokoknya itu, sangat Wallahuallam Bissawab. Seakan halnya pejabatnya sangat munafikun !” ungkap Larshen Yunus.
Ketua DPD KNPI Riau yang sekaligus itu Wasekjend DPP KNPI. Fakta penolakan sebutnya dari masyarakat justru ditelan bulat-bulat oleh walikota serta otoritas terkait. Kondisi tersebut mencerminkan bahwa, para pejabat di Pemko Cilegon itu benar-benar bersikap seperti badut tanpa akal. Tidak itu menempatkan diri layaknya pemimpin semua ummat.
“Data itu kami peroleh, di Kota Cilegon terdapat lebih dari 7.500 ribuan ummat Nasrani dan juga sekitar 500an ummat Hindu serta Budha. Lalu pertanyaanya apakah status mereka berbeda dengan yang lainnya? Padahal pembayar pajak paling besar. Kemana saja pemerintah ataupun para wakil rakyat pada daerah setempat,” tanya Larshen Yunus.
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNPI bidang Minyak dan Gas Bumi yang juga Alumni dari Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu juga katakan, bahwa pihaknya segera menyurati Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo.
“Secepatnya kami surati bapak Presiden beserta Kementerian terkait. Agar kasus Intoleransi seperti ini agar diselesaikan, ditemukan solusi dan titik terang. Perlu dipahami, bahwa republik dibangun atas dasar kemajemukan. Yakni JAS MERAH, Jangan Sesekali Melupakan Sejarah!” ungkap Larshen Yunus dalam rilis diterima media ini.
Aktivis Anti Korupsi Jebolan dari Kampus Universitas Riau (UR) itu kembali menegaskan, bahwa pihaknya sangat kecewa dengan Sikap Pemimpin di Kota Cilegon serta juga segera mempersiapkan Tim untuk melakukan Investigasi terkait adanya Aroma Busuk dan Praktek Haram Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di tataran Pemko Cilegon.
“Kita semua bahkan Dunia harus mengetahui, bahwa masih ada Kota di Wilayah NKRI sebagai Negara Pancasilais yang Anti dengan Pembangunan Gereja. Pluralisme hanya sebatas Slogan belaka. Para pejabat di Pemko itu terbukti Munafik dan Sok Bersih. Mereka seperti Malaikat yang merasa Suci dan karena itu kami akan Telusuri kasus Tipikornya. Karena penyakit Pejabat di negeri ini memang bermerek Korupsi!” tegas Larshen Yunus, mantan Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat Naposo Bulung Toga Simamora se-Indonesia. **Rul/Rls