DERAKPOST.COM – Untuk melihat akan hal dari Hotel Aryaduta Pekanbaru, maka pihak Komisi III DPRD Riau melakukan kunjungan kerja Inspeksi Mendadak (Sidak), pada hari
Selasa (24/12/2024).
Didalam hal ini, Ketua Komisi III DPRD Riau Edi Basri menyampaikan ada banyak fakta mengejutkan terkait pendapatannya hotel berada diatas tanah miliknya Pemprov Riau yang dikelola oleh Lippo Group dengan hal sistem kontrak.
Edi Basri menjelaskan, berdasar data dari manajemen hotel, tingkat hunian Aryaduta ada mencapai 76 persen per bulan dengan pendapatan rata-rata itu Rp2,5 miliar. Yang dari pendapatan itu bersih Rp600 juta per bulan atau sekitar Rp7,6 miliar per tahun. Tapi, pihak Pemprov Riau hanya menerima Rp200 juta per tahun.
“Jumlah ini sangat kecil, hanya sekitar 2,5 persen dari keuntungan. Yang seharusnya Pemprov Riau inikan minimal mendapat 10 persen atau sekitar Rp760 juta per tahun. Maka itu suatu kejanggalan dari ditemukan saat Sidak tersebut. Inikan jelas tak benar,” tegas Edi dengan kesal.
Politisi Partai Gerindra ini, mempertanya dasar pembagian keuntungan yang tidak proporsional tersebut. “Memang dulu itu, hotel ini dikelola BUMD Pemprov Riau, PT SPR, lalu hal inipun dilanjutkan oleh Biro Perekonomian Setdaprov Riau. Kita akan telusuri, apakah ada perjanjian tertentu yang membuat pembagian keuntungan ini sangat kecil,” tambahnya.
Kesempatan itu, Edi juga menyoroti masa kontrak pengelolaan dengan PT Lippo yang akan berakhir pada Januari 2026. Maka dia mengingatkan Pemprov Riau untuk segera mempersiapkan proses peralihannya aset pada Februari 2025. Ini, harus diperhatikan dengan kesiapan Pemprov Riau.
“Pemprov Riau segera persiapkan proses peralihannya aset pada Februari 2025. Ini, harus diperhatikan dengan akan kesiapan.
Jangan sampai saat penyerahan aset nanti banyak yang rusak. Tadi itu saja AC central terasa panas karena rusak. Kita tidak ingin aset Pemprov Riau berakhir dalam kondisi buruk,” jelasnya.
Selain itu, Edi juga mengungkap bahwasa ada pembangunan ballroom di hotel tanpa sepengetahuan Pemprov Riau. Karena itu, mempertanyakan apakah hasil penyewaan ballroom tersebut masuk ke APBD. “Kalau tidak masuk ke APBD, ke mana uangnya? Kita akan telusuri lebih lanjut. Saat ini manajemen tidak bisa memberikan jawaban karena GM hotel sedang di Jakarta,” ujarnya.
Ia juga menyatakan keprihatinannya terhadap kondisi manajemen aset yang lemah. “Pemprov harus memastikan transparansi dalam pengelolaan dan memaksimalkan pendapatan dari aset milik daerah,” imbuh Edi.
Langkah tindak lanjut akan dilakukan oleh Komisi III DPRD Riau untuk memastikan keadilan bagi daerah serta pengelolaan yang lebih profesional terhadap Hotel Aryaduta. “Ini aset daerah, manfaatnya harus benar-benar terasa bagi masyarakat Riau,” tutupnya. (Dairul)