SAAT ini, dampak pandemi covid-19 di Indonesia setidaknya makin dirasakan. Hadirnya, Covid-19 seperti kita ketahui bersama bahwa tidak hanya menyerang sektor kesehatan. Namun, menyerang sektor ekonomi termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Padahal UMKM merupakan salah satu penopang ekonomi terbesar di Indonesia. UMKM memiliki peranan yang sangat vital bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, tapi juga di negara-negara maju. Tumbuhnya UMKM juga menjadi sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan.
Sebelumnya masyarakat Indonesia senang berkumpul dan melakukan segala proses kehidupan baik bersosialisasi, berbelanja dan refreshing dengan cara berkelompok, beramai-ramai kemudian harus melakukan itu semua dengan “menjaga jarak” agar tidak tertular virus Covid 19 ini mampu mengubah cara bertransaksi, gaya hidup bahkan cara berbelanja yang dilakukan masyarakat.
Perubahan inilah yang disikapi secara kreatif dan inovatif bagi UMKM agar terus dapat bertahan untuk menjalankan usaha kecil yang sudah dirintis sejak lama.
Dihantam pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2021 menyentuh 2,97%. Angka ini menurun dibandingkan kuartal I 2019 sebesar 5,07%. Turunnya pertumbuhan ekonomi ini juga berdampak pada bisnis usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Padahal menurut Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM ini membuka lapangan kerja di Indonesia sebanyak 99,7% pada tahun 2019. Kontribusi UMKM terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 60,34% dan ekspor sebessar 14,17% pada tahun 2019.
Pandemi Covid-19 saat ini benar-benar menghadirkan krisis ekonomi tersendiri bagi bangsa ini. Termasuk krisis yang berdampak terhadap kelangsungan usaha UMKM. Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebutkan, sekurangnya ada 37 ribu pelaku UMKM yang terpukul selama pandemi. Padahal UMKM merupakan penggerak utama perekonomian Indonesia. Pada 2018, sektor ini berkontribusi 60,34% terhadap produk domestik bruto (PDB). Tak hanya itu, ada 116 juta orang atau 97,02% dari total pekerja di tanah air terserap di sektor UMKM.
Melihat data tersebut, jelas menunjukkan bahwa pandemi saat ini menerbitkan kecemasan para pelaku UMKM. Turunnya daya beli menyebabkan omzet mereka turun. Di tengah situasi saat ini, setidaknya mengingatkan penulis pada seorang filsuf asal Jerman, yang bernama friedrich Nietzsche, pernah mengatakan bahwa “apa yang tidak membunuh kita membuat kita lebih kuat.” Kalimat itu, setidaknya bisa berlaku bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19 punya peluang lebih besar untuk melompat di masa depan. Artinya, di tengah Covid-19 ini, tingkat kesurvivean sangat bergantung bagi kita pelaku UMKM. Nah, supaya survive pelaku UMKM harus mampu memiliki nilai adapatasi dengan berbagai kreatifitas dan inovasi.
Saat ini yang paling perlu mendapat perhatian untuk survive di tengah pandemi bagi UMKM adalah digitalisasi UMKM. Adanya covid-19 ini, setidaknya sekaligus menjadi momentum UMKM melakukan transformasi ke dalam ekosistem digital. Memang belum semua dapat memanfaatkan teknologi untuk bertahan di tengah krisis saat ini. Bagi yang melek internet, teknologi digital dimanfaatkan untuk memasarkan produk. Bisa melalui media sosial atau marketplace.
UMKM yang memanfaatkan internet setidaknya mampu menahan tekanan krisis. Sebab, bagaimanapun juga pandemi corona telah mampu menggeser perilaku masyarakat dalam aktivitas belanja yang dulunya dominan menggunakan offline beralih ke dalam sistem online. Perubahan pola itulah sejatinya peluang emas bagi UMKM agar dapat survive di tengah pandemi.
Peran perbankan sangat dibutuhkan oleh UMKM untuk menangani kendala-kendala yang dialami, seperti kendala permodalan di tengah kondisi Pandemi Covid-19. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran perbankan dalam membantu pembiayaan pada UMKM Batik Jumput Tahunan Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbankan sudah sangat berperan dalam mengatasi kendala permodalan yang dialami UMKM. Peran perbankan sebagai sumber dana pengembangan UMKM sudah baik walaupun belum optimal, 40% UMKM tidak menjadikan perbankan sebagai alternatif sumber dana pengembangan UMKM. Para pelaku UMKM sangat mengharapkan bantuan secara finansial dan juga pelatihan teknis.
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM terjadi seiring dengan perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan.
Realitas tersebut setidaknya semakin menunjukkan bahwa sinergi dengan perbankan menjadi pilihan alternatif UMKM untuk menerapkan digitalisasi secara bertahap dan berkelanjutan. Mengingat bank adalah lembaga keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang membutuhkan permodalan atau pembiayaan untuk kepentingan mengembangkan usahanya maupun juga mencari dana dari masyarakat juga menyalurkan kepada masyarakat.
Peranan bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat yang membutuhkan dana baik untuk kepentingan konsumtif maupun untuk kepentingan mengembangkan usahanya. Berikut ini, beberapa peran perbankan dalam proses digitalisasi UMKM di tengah pandemi.
Pertama, digital banking. Artinya, layanan atau kegiatan perbankan dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik bank, dan atau melalui media digital milik calon nasabah dan atau nasabah Bank, yang dilakukan secara mandiri. Melalui langkah ini memungkinkan calon nasabah atau nasabah bank bisa memperoleh informasi dan melakukan komunikasi, registrasi, pembukaan rekening, transaksi perbankan, dan penutupan rekening, termasuk memperoleh informasi lain dan transaksi di luar produk perbankan.
Kedua, marketing online. Melalui marketing online ini setidaknya bisa digunakan sebaagi solusi dalam proses membantu penjualan produk UMKM. Tepatnya, melalui portal UMKM online yang telah dimiliki oleh pelaku UMKM. Ketiga, pemberian corporate social responsibility (CSR) bagi UMKM. Setidaknya, melalui program CPR dari perbankan ini pelaku UMKM mendapat pelatihan serta pendampingan terkait penggunaan teknologi secara optimal, sehingga mereka melek teknologi serta terbiasa dalam penggunaannya.
Besar kemungkinan mengaplikasikan tiga peran perbankan tersebut, setidaknya pelaku UMKM di negeri ini mampu mengembangkan kemampuan dalam memanfaatkan penggunaan peran perbankan dengan teknologi yang ada. Sehingga, dengan pemanfaatan teknologi dan peran perbankan tersebut, usaha para pelaku UMKM di negeri ini dapat berkembang dan perprospek cermelang di masa depan.
Penulis:
Harmi Yelmi, SE., MM,
Dosen Administrasi Bisnis Internasional Politeknik Kampar