SWISS, Derakpost.com- Penyakit langka cacar monyet atau monkeypox menjadi wabah di sejumlah negara itu seperti di Amerika Serikat, Eropa, Inggris Portugal dan Spanyol.
Kasus terbaru, seorang pasien dilarikan ke rumah sakit Massachusetts, AS akibat terinfeksi cacar monyet setelah melakukan perjalanan ke Kanada dengan transportasi pribadi.
Lembaga kesehatan di AS, Centers for Disease Control (CDC) melaporkan, penyakit ini memiliki penularan yang tidak biasa karena mayoritas penderitanya yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke daerah yang rawan cacar monyet.
Cacar monyet atau monkeypox berawal tahun 1958 ketika terdeteksi dua wabah penyakit seperti cacar dialami monyet peliharaan.
Meski pembawa penyakit ini belum diketahui, CDC menyebut bahwa tikus Afrika diduga berperan dalam penularannya.
Mengutip laman WHO, cacar monyet adalah penyakit yang disebabkan oleh virus monkeypox.
Virus ini tergolong zoonosis (ditularkan ke manusia dari hewan) dan menjadi bagian dari anggota genus Orthopoxvirus.
Gejala yang terlihat biasanya sangat mirip dengan penyakit cacar biasa dan secara klinis bisa dikatakan tidak terlalu parah.
Cacar monyet terutama terjadi di Afrika Tengah dan Barat, namun seringkali terdeteksi di daerah yang dekat dengan hujan tropis dan menyebar hingga ke daerah perkotaan.
Berbagai hewan telah diidentifikasi rentan terhadap virus monkeypox. Sejumlah hewan menjadi inang dari virus itu untuk berkembang, termasuk primata dan hewan pengerat seperti tupai, tupai pohon, tikus Gambia, dormice, dan spesies lainnya.
Infeksi cacar monyet diketahui memiliki masa inkubasi sekitar tujuh sampai 14 hari. Gejala awalnya ditandai mirip flu biasa, seperti demam, menggigil, kelelahan, sakit kepala dan kelemahan otot.
Dilansir suara.com. Hal yang menjadi pembedanya adalah penyakit ini diikuti dengan pembengkakan pada kelenjar getah bening, yang menjadi pertanda tubuh sedang melawan infeksi penyakit.
Selanjutnya, di kulit pasien akan muncul ruam yang semakin meluas di bagian wajah dan tubuh, tak terkecuali di dalam mulut, telapak tangan dan telapak kaki.
Bedanya dengan cacar biasa adalah ruam yang diderita bisa berupa benjolan sebesar mutiara yang berisi cairan.
Pasien sering kali merasakan kesakitan bila benjolan ini disentuh. Beberapa benjolan juga kerap ditandai dengan lingkaran berwarna merah. Benjolan ini diketahui berkeropeng dan sembuh dalam dua atau tiga minggu.
“Pengobatan pada setiap gejala mendukung kesembuhan pasien. Tapi, vaksin cacar monyet yang diberikan dapat mencegah perkembangan penyakit.”
Demikian kata Jimmy Whitworth, Profesor kesehatan masyarakat internasional dari London School of Hygiene & Tropical Medicine.
Kontak erat dengan individu yang terinfeksi menjadi faktor utama penyebaran virus cacar monyet. Infeksi dapat berkembang setelah terpapar kulit yang ruam atau melepuh.
Selain itu, penularan juga bisa disebabkan oleh selaput lendir, droplet dari batuk dan bersin, cairan tubuh yang terinfeksi hingga kontak dari pakaian yang terkontaminasi.
Michael Head, tim penelitian dari Universitas Southampton, Inggris mengatakan, kasus kematian dari penyakit ini juga bisa terjadi.
“Cacar monyet bisa menjadi penyakit serius dengan tingkat kematian sekitar 1 persen. Ini sering terjadi di lingkungan berpenghasilan rendah dengan akses terbatas menuju fasilitas kesehatan,” sambungnya.
Menurut Michael, di negara maju seperti AS, Inggris dan Eropa, kasus cacar monyet yang tengah mewabah ini merupakan suatu hal yang tidak biasa.
“Kami tidak melihat kalau penularannya itu seperti Covid. Ini sesuatu hal yang tidak biasa.”
Terkait wabah penyakit ini, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Mohammad Syahril mengatakan belum dilaporkan kasus cacar monyet di Indonesia.
“Saat ini belum ada kasus di Indonesia,” terang Syahril dikutip dari Kompas.com, Sabtu (21/5/2022).
Meski demikian, Kemenkes terus berupaya untuk meningkatkan kewaspadaan dengan mengikuti kasus cacar monyet di luar negeri.
Lalu edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat penting dilakukan sebagai langkah pencegahan, upaya surveilens dan deteksi. **Rul