DERAKPOST.COM – Berdasar cacatan, ada sebanyak dua ribu nasabah bank swasta menjadi korban kejahatan siber setiap bulan. Modus social engineering menjadi siasat penjahat siber untuk keruk tabungan nasabah.
Hal ini disampaikan Ketua Komite Kerja Cyber Security Perbanas & Executive Vice President Center Of Digital BCA, Wani Sabu. Ia pun mengatakan, modus operandi itu terbilang populer lantaran penjahat siber terbilang repot didalam membobol sistem keamanan pihaknya perbankan.
“Dalam satu bulan ada dua ribu kasus tipu-tipu nasabah. Nasabah ku menjadi korban, entah transfer ke bank lain atau ke fintech,” kata Wani di acara Indosat Ooredo Hutchison Connex Webinar. Ia mengatakan bahwa social engineering merupakan siasat penjahat siber yang memengaruhi pikiran nasabah dengan membuat kondisi emosional semringah maupun sedih.
Biasanya, sebut Wina, penjahat siber akan menelpon sasaranya yang seolah sebagai pemberi hadiah ataupun untuk melaporkan sekiranya membuat calon korban khawatir. “Nasabah dalam hal ini kondisi (emosional) happy dan maupun sedih bisa jadi mau lakukan apa yang diperintah (oleh pelaku pembobolan),” tuturnya.
Wani juga mengatakan para pembobol rekening nasabah memiliki kemampuan mengamati perilaku atau respons calon korban. Dengan demikian, maka dalam hitungan menit calon korban percaya serta memberikan data-data penting, padahal data itu digunakan untuk akses rekening korban.
Kesempatan yang sama, SVP Head of Marketing & Channel Management Indosat Ooredoo Hutchison, Linggajaya Budiman mengungkapkan sederet ancaman siber yang kerap seliweran di masyarakat. Ia mengungkapkan dengan kemudahan akses perbankan di dunia digital, memungkinkan data pengguna dapat diperoleh di mana saja.
“Itu kan memberikan kemudahan dan itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menyerang sistem (nasabah),” ujar Linggajaya dalam acara Indosat Ooredo Hutchison Connex Webinar, di Kuta, Bali, dikutip dari cnnindonesia.
Menurutnya, para nasabah dihadapkan dengan situasi kepercayaan dan serta integritas. Penjahat siber ini menjelma sebagai pihak yang dianggap dipercaya agar mendapatkan kepercayaan. Selain itu, ada pula ancaman integritas, yakni data nasabah dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggungjawab demi mengeruk keuntungan. **Rul