DERAKPOST.COM – Tewas buruh migas ini bekerja di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR), dengan secara beruntun. Hal itu, dinilai pihaknya perusahaan telah gagal dalam menerapkan Standart Operating Procedur (SOP) keselamatan kerja pada wilayah kerja pengeboran tersebut.
“Soal tewasnya buruh Migas di wilayah kerja PT PHR, seharusnya jadi evaluasi dalam menata secara profesional SOP dari keselamatan kerja di wilayah kerja pengeboran setempat. Disebab, tewas pekerja migas secara beruntun dengan waktu berdekatan, menunjukan bahwa PHR sepertinya hal itu tak dilakukanya evaluasi menyeluruh atau patut diduga ada pembiaran,” ujar Syafaruddin Poti.
Wakil Ketua DPRD Riau mengatakan ini, diminta tanggapanya terkait tewas lima
pekerja di Blok Rokan akibat kecelakaan kerja, mulai sejak Juli hingga November lalu. Karena itupun, kejadian kecelakaan kerja sudah berulang kali terjadi dengan pola yang sama, meskipun di lokasi dan tempat yang berbeda. Seharusnya pihak PT PHR, bisa cepat tanggap mengambil langkah pencegahan terhadap vendor.
“Seharusnya dari PT PHR perlu bergerak ambil langkah-langkah cepat yang wajib dilakukan. Karena diketahui kejadiannya (tewas lima pekerja, red) yang beruntun. Misalnya, PT PHR agar melakukan audit menyeluruh terhadap vendor atau mitra kerja dengan hal meminta laporan hasil pemeriksaan kesehatan berkala (MCU) kepada seluruh pekerjanya. Tapi diduga itu tidak dilakukan PT PHR,” sebutnya.
Lebih lanjut disebutkan Politisi PDIP ini, pihaknya kecewa dengan kinerja dipakai PT PHR dalam hal standar keselamatan pekerja. Dia menduga pihak perusahaan dinilai lalai, serta juga membiarkan atau menganggap tewasnya lima pekerja itu kejadian biasa saja. Harusnya itu, kasus tewasnya buruh Migas ini mestinya jadi evaluasi untuk menata SOP. Karena ujar dia, tewasnya pekerja dari migas secara beruntun itu dalam waktu berdekatan.
Syafaruddin Poti ini mengatakan, halnya kejadian kecelakaan kerja juga berulang kali terjadi dengan pola yang sama, tapi di lokasi dan tempat yang berbeda. Ujar dia, PT PHR harus bisa melakukan audit itu menyeluruh terhadap semua vendor dengan meminta hal laporan kesehatan berkala (MCU) pada seluruh pekerjanya.
“Jika ada vendor yang belum melakukan MCU kepada pekerjanya, maka PT PHR diwajib segera melakukan,” katanya.
Syafaruddin Poti juga mengatakan, yang utama itu PT PHR harus bisa melakukan evaluasi terhadap pekerja yang berumur diatas 50 tahun, yang masih dibutuhkan (dipakai, red) oleh pihak vendor tersebut seharusnya dipertimbangkan. Selain itu, Poti minta PHR harus memperbaiki SOP dan Norma K3 di lokasi operasional dari perusahaan, dan konsultasikannya pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Seementara itu, sebelumnya, terkait ada kecelakaan di PT PHR yang tewaskanya pekerja. Hal ini, pihaknya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau menyalahkan PT PHR yang dimitra kerjanya tidak laporkanya kematian lima pekerja akibat kecelakaan kerja ke pihak Disnakertrans. Dimana diketahui itu, ada lima pekerja yang telah meninggal dunia itu sejak Juli sampai November 2022.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Disnakertrans Riau Imron Rosyadi, yang disampaikan oleh Kabid Wasnaker Heru Haryo Prayitno, pada Senin (5/12/2022) menjawab wartawan. Hal itu, dikatakan dia, membantah pernyataannya PT PHR sebagai pihaknya pengelola Blok Rokan yang menyebut kelima pekerja tersebut meninggal dunia karena lantaran faktor kesehatan individu daripada pekerja.
“Pekerja yang meninggal itu dalam jam kerja. Dan sesuai Permenaker termasuk dalam kualifikasi kecelakaan kerja,” kata Heru Haryo Prayitno. Untuk kesimpulan kematiannya lima pekerja di Blok Rokan akibat kecelakaan kerja didasarkan hasil investigasi dilakukan oleh Disnakertrans Riau sejak Juli hingga November lalu itu dikategorikan kecelakaan kerja. Kendati para pekerja inipun, berusia rata-rata 50 tahun yang meninggal saat istirahat. **Rul