Pemprov Riau, KPH TBS dan RAPP MoU Sinergikan Program Konservasi dengan Masyarakat

0 190

 

DERAKPOST.COM – Kekayaan alam di Provinsi Riau yang diantaranya berupa sumber daya hutan harus dapat dikelola secara bijaksana, agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan sistim penyangga kehidupan.

Demikian disampaikan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar saat menghadiri sekaligus memberikan arahan pada acara penandatanganan Nota Kesepahaman Program Konservasi Bersama Masyarakat (Community Conservation Program) Antara Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tasik Besar Serkap (TBS), Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau, PT Riau Andalan Pulp And Paper dan Masyarakat di Hotel Novotel Pekanbaru, Senin (19/12/2022).

“Kita memiliki keyakinan, bahwa pengelolaan sumber daya alam secara tidak bijaksana akan menimbulkan berbagai bencana lingkungan, seperti kekeringan, banjir, karhutla dan fenomena perubahan iklim yang sangat merugikan dan mengancam kehidupan kita semua,” kata Gubri.

Untuk itu, orang nomor satu di Riau ini sangat menyambut baik dan menyampaikan penghargaan atas inisasi kerjasama yang dibangun unsur Pemerintah Provinsi dan Kabupaten, Perguruan Tinggi, LSM dan masyarakat, dengan dukungan pelaku usaha, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Terlebih lagi, Program Konservasi Bersama Masyarakat yang akan dikembangkan merupakan bentuk kolaborasi Para Pihak, untuk mewujudkan kelestarian hutan dan ekosistem gambut di tingkat tapak, termasuk perbaikan aspek sosial ekonomi masyarakatnya.

“Hal ini akan mendukung kebijakan nasional pengurangan emisi GRK dan kontribusi Provinsi Riau terhadap National Determined Contribution (NDC), sekaligus aksi mitigasi dan adaptasi Pembangunan Rendah Karbon sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman antara Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Gubernur Riau pada tahun 2020,” kata Gubri.

Program Konservasi Bersama Masyarakat berisi serangkaian kegiatan berbasis masyarakat dengan pendekatan karbon net sink sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.

“Aktifitas yang dilakukan juga merupakan bagian pelaksanaan Rencana Kerja Sub Nasional Indonesias FOLU Net Sink 2030 Provinsi Riau yang dimaksudkan untuk meningkatkan tutupan hutan sebagai cadangan karbon dan penyerap emisi karbon yang dihasilkan dari berbagai aktifitas manusia,” kata Gubri.

Selain itu, program ini juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berwawasan Lingkungan yang dikemas dalam Rencana Aksi Riau Hijau, dengan 3 kebijakan utama, yakni meningkatkan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan, meningkatkan kualitas pengelolaan SDA dan meningkatkan bauran energi dari SDA terbarukan.

“Rencana Aksi diarahkan pada perbaikan kualitas LH (IKLH) dan pengurangan emisi GRK sebagai pemicu fenomena Perubahan Iklim. Dua sasaran ini merupakan indikator kinerja utama (IKU) urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah yang perlu dukungan Para Pihak, termasuk masyarakat dan dunia usaha di wilayah kelola KPH,” jelasnya.

Program Konservasi Bersama Masyarakat yang akan dilaksanakan secara kolaboratif dan partisipatif ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kawasan konservasi di luar konsesi PT RAPP dengan melibatkan masyarakat di tingkat tapak, meningkatkan ekonomi masyarakat melalui kegiatan agribisnis sesuai skema Sustainable Development Goals (SDG) dan Community Development dan membangun kemitraan dengan pemangku kepentingan dan masyarakat lokal untuk pengelolaan Hutan Lestari.

“Meskipun masih pada tahap pilot project di 5 desa di Kabupaten Siak dan Pelalawan, Kami memiliki keyakinan program ini akan memberikan multi player effect yang sangat banyak, baik peningkatan ekonomi, sosial maupun mutu lingkungan hidup,” harap Gubri

Masih di tempat yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Mamun Murod menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan dukungan terhadap Forestry and Other Land Uses (FOLU) Net-Sink 2030 yang merupakan program pemerintah untuk penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

Menurutnya, Nota Kesepahaman Program Konservasi Hutan Bersama Masyarakat (Community Conservation Program) dan Dukungan Program Mata Pencaharian Berkelanjutan mendukung kegiatan FOLU Net Sink 2030 serta Program Riau Hijau. “Kedepannya diharapkan sebagai model dan contoh bagi KPH lain yang ada di Riau dalam melaksanakan Kegiatan Konservasi bersama Masyarakat,” kata Murod.

Sementara itu, Direktur RAPP Mhd Ali Shabri dalam sambutannya menyebut, bahwa berbagai ancaman dapat terjadi akibat berkurangnya hutan dan keanekaragaman hayati yang tidak hanya mengancam keberlangsungan Indonesia tetapi juga termasuk iklim dunia. Untuk menyelamatkan keberlangsungan bumi dan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya, maka upaya pelestarian atau konservasi sangat penting dilakukan.

Menurut UU Nomor 5 Tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dilakukan melalui perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ketiga hal tersebut telah menjadi prinsip dan acuan dalam pengelolaan konservasi di Indonesia.

“Pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam Pembangunan Nasional. Dalam Pasal 3 ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), didukung utamanya oleh pengendalian emisi GRK sektor kehutanan untuk menjadi penyimpan/penguatan karbon pada tahun 2030 dengan pendekatan karbon net sink sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 (Indonesia’s Forestry and Other Land Use Net Sink 2030) dan sejalan dengan Program Pemerintah Provinsi Riau terhadap lingkungan dengan Rencana Aksi Riau Hijau yang telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 9 Tahun 2021 tentang Riau Hijau,” terangnya.

Diketahui, Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 mendorong kinerja sektor kehutanan menuju target pembangunan yang sama, yaitu tercapainya tingkat emisi gas rumah kaca sebesar -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Pijakan dasar utamanya adalah sustainable forest management, environmental governance, dan carbon governance.

Inti dari kegiatan FOLU adalah kegiatan teknis di tingkat tapak melalui 3 aksi. Pertama, aksi pengurangan emisi gas rumah kaca, misalnya dengan pengendalian karhutla dan mengurangi deforestasi. Kedua, aksi pertahankan serapan emisi, dengan cara menjaga dan mempertahankan kondisi tutupan hutan-hutan yang ada. Ketiga, meningkatkan serapan emisi, dengan rehabilitasi hutan dan lahan serta membuat hutan-hutan tropis baru.

Pada tahun 2030 Indonesia harus menurunkan 29% dari Business As Usual dan bisa mencapai 41% lebih rendah apabila ada dukungan dari international. Dari target penurunan emisi 41% tersebut, 24,1% berasal dari sektor kehutanan, artinya sektor kehutanan memiliki porsi terbesar, yakni 60% dari total kewajiban Indonesia untuk menurunkan emisinya. **Fri

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.