DERAKPOST.COM – Saat ini, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja alias Perpu Cipta Kerja yang teken Presiden Joko Widodo alias Jokowi pada 30 Desember 2022, dikecam para pakar hukum, aktivis dan politikus.
Penerbitan Perppu Cipta kerja ini dinilai pembangkangan terhadap konstitusi, pembajakan demokrasi dan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo. Dikutip dari Tempo.co, Jokowi menganggap kritik dari berbagai pihak terhadap Perppu Cipta Kerja tersebut merupakan hal biasa.
“Ya biasa. Dalam setiap kebijakan dalam setiap keluarnya sebuah regulasi ada pro dan kontra. Tapi semua bisa kami jelaskan,” kata dia saat ditemui dalam kunjungan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta, Senin (2/1/ 2023).
Diketahui, pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja cacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah memperbaikinya paling lama dalam 2 tahun.
Bukannya memperbaiki UU, Jokowi malah menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember dengan alasan ada kegentingan yang memaksa untuk mengantisipasi ancaman krisis ekonomi. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut alasan kegentingan memaksa untuk penerbitan Perpu sudah terpenuhi, sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menilai Jokowi telah melakukan Contempt of the Constitutional Court. “Presiden telah melakukan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK),” kata dia.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Citra Referandum menganggap Perppu ini menunjukkan wajah kediktatoran pemerintahan Jokowi dalam praktik legislasi. Karena tidak dilatarbelakangi keadaan genting yang memaksa dalam menjalankan kehidupan bernegara.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai Perppu ini sebagai bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap konstitusi Indonesia. “Merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo,” kata ujarnya.
Senada itu, Pengajar Sekolah Tiggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, melihat Jokowi ingin mengambil jalan pintas dengan penerbitan Perppu. Supaya keputusan politik pro pengusaha ini cepat keluar, menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik. Ini langkah culas dalam demokrasi. Pemerintah benar-benar membajak demokrasi.
Soal kegentingan yang memaksa, Jokowi menjawab bahwa Perppu ini diterbitkan karena ada ancaman risiko ketidakpastian global. Jokowi menyebut kondisi saat ini memang terlihat normal. Akan tetapi, Jokowi mengklaim bahwa Indonesia diintip oleh ancaman-ancaman ketidakpastian global.
“Karena ekonomi kita di 2023 sangat tergantung investasi dan ekspor,” ujar Jokowi di Istana, usai menerbitkan Perppu Cipta Kerja.**Fad