DERAKPOST.COM – Kekhawatiran akan tenggelamnya Pulau Padang oleh masyarakat yang berada di wilayah operasional PT RAPP (Riau Andalan Pul And Paper) mulai terbukti. Setiap tahun, ketika intensitas curah hujan mulai meninggi, ratusan rumah yang berada dienam desa di pulau tersebut langsung terendam.
Camat Tasik Putripuyu, Zainal SE dalam pertemuannya dengan PWI, Kamis (11/1/2024), menjelaskan, setidaknya ada 6 desa di wilayah operasional RAPP yang saat ini terendam banjir. Keenam desa itu adalah Desa Dedap, Mekar Delima, Selatakar, Tanjungpisang, Mengkopot dan Desa Mengkirau. Desa-desa tersebut kerap menjadi langganan banjir jika hujan lebat melanda. Namun, dari keenam desa tersebut hanya beberapa desa yang terdampak sangat parah, diantaranya Desa Dedap, Mengkopot dan Mengkirau.
Banjir terjadi akibat sekat kanal milik perusahaan HTI itu jebol dan tak kunjung diperbaiki, sehingga air merembet ke Sungai Dedap hingga meluap dan merendam sejumlah desa yang berada di wilayah operasional.
“Kami langsung turun ke lapangan setelah mendapat laporan warga tentang adanya sekat kanal RAPP yang jebol. Persoalan ini juga sudah kami sampaikan ke pihak perusahaan setelah kami turun langsung ke lokasi. Sekat kanalnya sangat tidak layak untuk sekelas RAPP, maka jebol, ” ucap Zainal.
Meski masyarakat dan pemerintah terus berjibaku mengantisipasi, namun pihak perusahaan tak terlihat hadir di lokasi. Jangankan untuk mengantisipasi banjir, membantu warga yang terdampak pun belum dilakukan. Padahal masalah banjir ini terjadi akibat sekat kanal yang dibangun perusahaan jebol dan tidak diperbaiki.
“Kades Dedap, Pak Mansur pernah menginfokan ke kita bahwa mereka sudah menyampaikan keluhannya tentang banjir yang setiap tahun terjadi dan mintak pihak perusahaan segera lakukan normalisasi Sungai Dedap agar banjir tidak separah ini, tapi sampai sekrang keluhan dan usulan mereka tidak pernah ditanggapi, ” ucap Zainal.
Normalisasi Sungai Dedap sangat penting dilakukan mengingat air kanal yang dibangun selalu meluap dan mengalir ke sungai sebagai tumpuan. Kondisi makin parah jika air pasang meninggi, ditambah lagi jebolnya sekat kanal, maka debit air makin meninggi dan merendam desa-desa sekitar.
“Persoalan ini tidak bisa dibiarkan. Jika saat ini terendam, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Pulau Padang akan tenggelam. Oleh karena itu, kami mintak pihak perusahaan segera memperbaiki kembali sekat kanal yang jebol itu dan melakukan normalisasi sungai yang panjangnya sekitar 10 km, serta turun ke lapangan memperhatikan kondisi masyarakat yang terdampak banjir agar tidak terjadi gejolak seperti terdahulu,” sebut Zainal.
Penyataan Zainal bukan tanpa alasan, sejak awal perusahaan mulai beroperasi selalu mendapatkan perlawanan dari masyarakat Pulau Padang. Mereka menentang perusahaan yang tetap ngotot membangun kanal di wilayah operasional agar pulau tidak tenggelam.
Perlawanan warga berakhir sia-sia setelah satu per satu tokoh perjuangan itu dibekuk dan dihukum berat dengan tuduhan menghilangkan nyawa manusia dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di lokasi operasional.
Meskipun kisah perlawanan warga Pulau Padang terhadap RAPP hanya tinggal kenangan, namun kekhawatiran warga jika Pulau Padang akan tenggelam mulai menampakkan bukti. Jika tidak segera diantisipasi, bukan tidak mungkin suatu saat nanti Pulau Padang akan tenggelam oleh banjir.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak RAPP belum memberikan keterangan resmi, sehingga belum diketahui langkah apa yang dilakukan dalam menanggapi persoalan banjir, baik masalah jebolnya tanggul sekat kanal, bantuan untuk masyarakat terdampak banjir yang belum ada dari perusahaan, termasuk usulan normalisasi Sungai Dedap dari pihak pihak desa yang belum ditanggapi RAPP. (Tan)