DERAKPOST.COM – Saat ini tercatat 84 perusahaan perkebunan di Provinsi Riau yang tidak mempunyai Hak Guna Usaha (HGU) dalam operasionalnya. Artinya ini jelas merugikan didaerah Bumi Lancang Kuning.
Diketahui pula, kalau perusahaan tanpa HGU (perkebunan, red) sudah mengeruk keuntungan, yang berlangsung puluhan tahun lamannya. Dan itu terungkap dari paparan Gubernur Riau Syamsuar, saat kunjungan sejumlah Anggota Komisi II DPR RI ke daerah ini.
Terkait ini, Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto, hingga kini dari pihaknya belum menentukan langkah apa yang akan dilakukan Kejati serta pemerintah daerah. “Ini butuh proses. Akan dilaporkan dulu ke Kepala Kejati Riau,” sebut Raharjo.
Katanya, apakah nantinya dibentuk tim terpadu atau bagaimana. Namun hal ini sepenuhnya menunggu intruksinya dari Kejati Riau. Berdasar catatan dari rapat, ada 224 perusahaan menggarap jutaan hektare sejak puluhan tahun lalu. Tetapi ada 140 punya HGU.
“Sisanya 84 perusahaan tidak ada HGU (perkebunan ilegal),” tegas Raharjo. Hal itu sambung dia, sesuai Undang-Undang Cipta Kerja, maka perusahaan tidak bisa dikenakan penegakan hukum. Tapi akan penyelesaianya dilakukan secara sanksi administratif.
Menurut Raharjo sesuai Pasal 110 huruf A dan B, negara berlakukan pemutihan yang akan berlangsung dari tahun 2020 hingga 2023. Selain menyelesaikan hal semua persyaratan izin berlaku, diminta perusahaan harus menyelesaikan pajak selama beroperasi.
Kesempatan itu dikatakan dia, untuk hal jalur pidana bisa saja terjadi. Namun, itu jika perusahaan tidak selesaikan sanksi administratif. “Jalur pidana bisa. Tetapi, kalau perusahan itu tak indahkan sanksi administratif. Hal itu harusnya dipaham perusahaan,” katanya.
Namun untuk saat sekarang ini, ungkap
Raharjo, itu ditempuh pidana dulu tidak bisa, dan UUCK tidak memperbolehkan. Karena dalam UUCK itu hanya disanksi administratif dulu. Penyelesaian sanksi tanpa HGU yang sudah lama beroperasi merupa masalah komplek.
Raharjo menerangkan, permasalahan perusahaan perkebunan di Riau sangat banyak. Selain puluhan tanpa ada HGU, ada juga konflik dengan masyarakat dan huga yang menggarap di luar HGU yang diberikan oleh pemerintah.
“Perusahaan itu yang berkonflik dengan masyarakat itu ada 24,” kata Raharjo. Ini sambung dia, selain permasalahan itu, ada juga perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan. Secara aturan itu sudah jelas melanggar perundangan, dikarena tidak boleh ada aktivitas perusahaan di kawasan hutan. **Rul