Rusidi Rusdan: Waspadai Hoax Jelang Pemilu 2024

0 102

 

DERAKPOST.COM – Rusidi Rusdan mengatakan, intensitas kabar bohong atau hoax akan terus meningkat jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Maka,
semua pihak harus mewaspadai badai siber yang berpotensi memecah belah bangsa.

Hal itu disampaikan saat jadi pembicara dari The Republic Institute, saat diskusi terbuka diselenggara Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Riau di Pekanbaru pada Jumat (4/11/2022). Ia mengatakan, intensitas kabar bohong atau hoax akan terus meningkat jelang Pemilu 2024.

“Hoax adalah masalah serius yang terus ada setiap jelang dan saat dilaksanakan Pemilu,” kata peneliti ini. Rusidi dalam ini mencontohkan, hoax yang sempat meresahkan publik disaat Pemilu 2019 adalah tentang terjadi kematian massal dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

“Saya tidak sepakat kalau hal kematian petugas KPPS pada Pemilu sebelumnya disebut tragedi nasional. Peristiwa itu terjadi berada di tengah-tengah sorotan sehingga menjadi viral dan menjadi politis atau menjadi isu politik,” kata mantan Ketua Bawaslu Riau itu.

Untuk diketahui, hasil penelusuran ada sebanyak 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas KPPS mengalami sakit pada Pemilu 2019.

Menurut Rusidi, kabar kematian petugas KPPS menjadi viral dan dikembangkan sedemikian dahsyat sehingga menimbulkan keresahan yang luar biasa di tengah masyarakat.

“Kabar itu dikembangkan lagi, salah satunya diisukan kalau kematian petugas KPPS karena diracun. Ini hoax yang membahayakan,” kata dia.

Padahal jika dicermati secara cerdas, demikian Rusidi, jumlah petugas KPPS yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 tidak mencapai 1 persen dari jumlah keseluruhan petugas TPPS yang bekerja saat itu.

Untuk diketahui, pada saat Pemilu 2019 terdapat 809.497 tempat pemungutan suara yang berada di 514 kabupaten/kota se Indonesia. Rusidi menjelaskan, dalam satu TPS terdapat tujuh pekerja. Yakni lima orang petugas penghitungan suara, satu petugas keamanan dan satu sekretaris atau petugas administratif.

Jika dikalkulasikan, demikian Rusidi, di seluruh Indonesia, tentu itu ada sekitar 5.666.479 petugas KPPS sementara yang meninggal dunia ada sekitar 894 orang. “Jika dilihat, jumlahnya sangat kecil. Namun informasinya terkesan dibesar-besar sehingga menimbulkan kepanikan bahkan ketakutan,” katanya.

Hal itu menurut dia sama atau jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah buruh di Indonesia yang setiap hari pasti ada yang meninggal dunia dan jumlahnya bisa lebih banyak dibandingkan dengan petugas KPPS yang wafat dalam satu momen Pemilu 2019.

“Jadi saya tidak sepakat kalau kematian petugas KPPS disebut sebagai tragedi nasional. Tetapi kalau menjadi catatan saya sepakat, dan evaluasi agar tidak terjadi hal serupa pada Pemilu 2024,” kata Rusidi. Patut diketahui, ujar Rusidi, biasanya petugas KPPS diangkat dari perangkat ketua rukun tetangga/warga (RT/RW) karena dianggap memahami wilayah dan warganya.

“Menurut saya itu pantas dan sah-sah saja. Namun hanya saja, banyak dari mereka yang menjadi ketua RT/RW itu merupakan orang-orang tua yang usianya di atas 50 tahun. Mereka sangat rentan sakit karena budaya kerja petugas KPPS yang benar-benar menguras tenaga,” ujarnya. **Rul

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.