DERAKPOST.COM – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, inipun angkat bicara soal penanganan dugaannya kasus korupsi Pertamina. Sehingga,dapat
menemukan dalang dan juga pelaku utama (aktor intelektual) dari megakorupsi ini.
“Kejaksaan Agung tidak boleh tebang pilih dan dalam kasus korupsi di PT Pertamina Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina yang merugikan keuangan negara hingga hampir 1.000 triliun rupiah. Harusnya bisa
menemukan dalang dan pelaku utama dari megakorupsi tersebut kemudian ditindak,” kata Sugeng.
Dikutip dari FusilatNews. Menurut Sugeng, jangan ada penyalahgunaan kewenangan atau korupsi dalam hal proses penyidikan kasus-kasus korupsi di Kejagung. Atau itu dengan kata lain melakukan pembrantasan korupsi sambil mencari peluang korupsi atau melakukan praktik impunitas pelaku korupsi lain.
Hal itu, kata dia, terlihat dari pernyataan Kejagung yang prematur dan sangat kepagian terkait Menteri BUMN Erick Thohir tidak terlibat dalam kasus tersebut. “Terkesan Kejagung sebagai pencuci bersih Erick Thohir di kasus ini dan seolah-olah jadi pelindung. Padahal penyidikan masih berjalan dan semua pihak terkait bisa diperiksa dan diminta keterangannya. Apalagi Erick Thohir sebagai Menteri BUMN bisa dimintai keterangan,” tegasnya.
Kedatangan Erick Thohir ke Kejagung dan bertemu Jaksa Agung St Burhanuddin yang nyata-nyata saat itu Kejagung sedang mengusut dugaan korupsi anak buah Erick Thohir untuk membahas kasus Pertamina, menurut Sugeng adalah terlarang secara etik hukum.
Oleh karena itu, ia mendesak Presiden Prabowo Subianto mencopot keduanya dan juga Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
“Dalam proses penyidikan oleh Kejagung ada juga sinyalemen dugaan penyimpangan seperti pada perkara korupsi Jiwasraya, Asabri, bekas pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan dalam tata kelola pertambangan Batubara di Kalimantan Timur. Terakhir, indikasi penyimpangan dalam penyidikan kasus korupsi Pertamina,” cetusnya.
“Penyidik mendalilkan terjadi kerugian negara pada ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun, dan impor BBM melalui DMUT sekitar Rp9 triliun. Namun anehnya, dalam klaster pelaku impor dan ekspor minyak, tidak ada satu orang pun dari pihak swasta yang ditetapkan sebagai tersangka,” tandasnya. (Fadly)