Soal Pembabatan Hutan Manggrove di Kabupaten Meranti, Ini Respon DLHK Riau Melalui UPT

0 115

DERAKPOST.COM – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui PLH UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, Kabupaten Kepulauan Meranti, menangapi Kasus perusahaan siluman asal Pekanbaru milik Santo di urus saudara Muklis yang diduga sebagai otak pelaku perambah hutan dan mengalih fungsi kawasan hutan mangrove tanpa izin di pinggir pantai sungai Belokob, Desa Batang Meranti, Kecamatan Pulau Merbau, hingga saat ini tidak tersentuh hukum.

Merespon hal tersebut, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui PLH UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan, Kabupaten Kepulauan Meranti, Budiansyah mengatakan dalam permasalahan ini, pihaknya sudah menyurati pihak bersangkutan bahkan pihaknya juga sudah menyampaikan secara langsung bagai mana mekanisme pengunaan kawasan hutan.

“Langkah pertama yang kita lakukan, kita sudah menyurati mereka, bahkan kita juga sudah menyampaikan secara langsung kepada mereka bagai mana mekanisme yang harus di tempuh untuk pengunaan kawasan hutan,”kata Budiansyah ketika dikonfirmasi media ini.

Dikutip dari liputankepri.com. Lanjut Budiansyah, mereka juga minta petunjuk dan mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan tersebut untuk membangun Batching Plant. ”Sepanjang mereka berusaha, kita kasi jalannya serta kita fasilitasi juga mereka, bahkan kita arahkan mereka ke siapa yang harus di jumpai,” jelasnya.

Disinggung apakah mereka sudah sesuai Prosedur Operasi Standar (SOP) dengan aturan yang berlaku untuk menguasai kawasan areal hutan cukup hanya mengajukan permohonan pinjam pakai lalu pelaku usaha di bolehkan membabat hutan di pinggir sungai dan membangun Batching Plant terlebih dahulu, Ketimbang memiliki izin terlebih dahulu.

Sementara diketahui, pelaku telah lebih dulu membabat hutan mangrove dan sudah selesai membangun Batching Plant kemudian baru mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan. “Ya itu salah lah, jika sesuai aturannya mereka harus memiliki izin terlebih dahulu. Dan kita sudah menyampaikan kepada mereka harus memiliki izin dulu,” jelasnya.

Ditanya awak media ini kembali soal langkah yang ditempuh terhadap perbuatan pelaku yang tidak sesuai SOP merusak kawasan hutan, ia justru menjelaskan hal yang tidak terkait pertanyaan itu dan membandingkan persolan tersebut antara perusahaan PT. Imbang Tata Alam (ITA) dan PT. RAPP.

“Bukanya membela mereka membangun Batching Plant, sederhananya begini, ini sama dengan PT. Imbang Tata Alam (ITA) mereka mendirikan di areal dikawasan PT. RAPP dalam izin ada izin,” ujarnya.

“Sama dengan perkara ini, dimana mereka membangun Batching Plant di dalam kawasan hutan Kelompok Mangrove Meranti Lestari yang di amanat kan Kementerian. Dan MUKLIS sudah membawa YUSLAN ketua Kelompok ke balai Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan (KSKL) Kementerian di Pekanbaru untuk mendapatkan izin” jelasnya.

Menurut Budiansyah, sepanjang kelompok menyatakan tidak keberatan pasti di beri izin pinjam pakai untuk menguasai dan membabat kayu hutan Mangrove di pinggir pantai tesebut.

“Sepanjang kelompok menyatakan tidak keberatan pasti di beri izin, namun apakah mereka sudah mendapat izin atau belum, jika belum barulah akan ada tindakan pidana secara hukum,” tuturnya.

Terkait pengusutan perkara ini telah di tangani oleh penyidik kepolisian Polres Meranti dan Polda Riau dalam upaya tindakan hukum dan berbagai pihak sudah di minta keterangan oleh pihak kepolisian.

“Untuk upaya tindakan hukum, berbagai pihak sudah di minta keterangan oleh pihak kepolisian. Saya, pak Kades, pak Camat dan ketua kelompok sudah di periksa dan di tuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terakhir kemaren ketua kelompok di panggil lagi oleh pihak kepolisian polres Meranti, tapi saya tidak tau lagi perkembangannya,” tuturnya.

Menanggapi pernyataan Budiansyah, Kabid investigasi Perkumpulan Meranti Peduli Lingkungan (PMPL), Iskandar menilai bahwa Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan seakan-akan membolehkan bagi pelaku usaha membabat hutan mangrove yang berbatasan langsung dengan bibir pantai dan membangun Batching Plant terlebih dulu dan pelaku cukup hanya dengan mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan, ketimbang memiliki izin.

“Muklis ini bukan calon penguna kawasan hutan seperti di sampaikan Budiansyah. Ia diduga pelaku, mereka membabat dan membangun lebih dulu tanpa izin dan setelah kasus ini viral di media masa barulah mereka mengajukan permohonan pinjam pakai kawasan hutan,” kata iskandar.

Lanjutnya, bagaimana bisa pihak kementerian memeri izin mengunakan kawasan hutan untuk mengembangkan usaha di pinggir pantai, sedangkan secara aturan sudah jelas mengatur, harus 100 meter dari bibir pantai, 100 meter dari permukiman warga dan 100 meter dari Lahan Gambut. Sedangkan lahan yang di babat dan dikuasai oleh pelaku ini berbatasan langsung dengan bibir pantai,” tuturnya.

Terkait ini, begitu dihubungi Muklis yang diduga otak pelaku, sejak kasus mencuat di media, tidak pernah menanggapi atau merespons setiap kali di konfirmasi awak media, ia memilih bungkam. Meski nomor WhatsApp pribadinya +62 852-726x-xxxx dalam keadaan aktif. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.