DERAKPOST.COM – Warga dibeli suaranya berkisar Rp500 ribu hingga 1 juta. Dimana, situasi di lokasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 3 Jayapura, Kecamatan Bungaraya, dan TPS 3 Buantan Besar, Kecamatan Siak, semakin memanas. Yang karena adanya dugaan praktik politik uang
mencuat setelah salah satu tim pasangan calon (Paslon) diduga membagikan uang melalui aplikasi dompet digital.
Seorang Ketua RT di wilayah tersebut mengungkapkan bahwa praktik pembagian uang telah berlangsung sejak sepekan terakhir. Skema pembagian dilakukan dengan cara transfer melalui aplikasi dompet digital Dana. “Bayar Rp 500 ribu dulu, nanti mendekati hari H ditambah Rp 500 ribu lagi, jadi satu orang mendapatkan Rp 1 juta,” ujar Ketua RT yang enggan disebutkan namanya, Senin (3/3/2025).
Dikutip dari Tribunnews. Fenomena ini, menurutnya, menimbulkan kehebohan di masyarakat. Bahkan, banyak warga menanti pemberian dana dari kandidat lain dengan jumlah yang lebih besar. Sebab ada dikasi tanda jadi dulu sebesar Rp500 ribu.
“Rp 500 ribu itu semacam tanda jadi. Kalau sudah memilih, ditambah lagi. Pembayaran dikirim lewat aplikasi Dana. Sampai ada perdebatan di masyarakat bahwa salah satu calon dianggap tidak memberikan uang,” ungkapnya.
Meskipun tidak menyebutkan pihak yang mengirim dana tersebut, ia memastikan praktik ini terjadi di kedua lokasi PSU.
Ketua Bawaslu Siak, Zulfadli Nugraha, menegaskan pihaknya telah mengeluarkan surat imbauan kepada Paslon, bupati, camat, dan penghulu kampung terkait agar tidak melakukan kampanye dan praktik politik uang di wilayah PSU.
“Imbauan kami menekankan agar tidak ada kampanye di lokasi PSU. Kami juga meminta bupati, camat, dan penghulu untuk tidak menyalahgunakan wewenang atau melakukan politik uang,” tegas Zulfadli.
Ia mengingatkan bahwa praktik politik uang dapat berujung pada pidana penjara dan denda. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, praktik politik uang diatur dalam Pasal 187A ayat 1.
Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang maupun materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (Dairul)