DERAKPOST.COM – Diketahui, KPK saat ini kembali melakukan penggeledahan, yakni Kantor Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kota Pekanbaru, Riau, pada Senin (9/12/2024). Penggeledahan inipun diduga kuat berkaitan dengan OTT.
Terkait penggeledahan ini, salah satu staf Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, yang enggan disebutkan namanya, mengaku hal adanya kegiatan penggeledahan tersebut. “Iya, Bang. Saat ini digeledah oleh KPK. Hal sekarang penggeledahan itu berlangsung,” ujarnya singkat saat ditanyakan.
Penggeledahan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mengumpulkan bukti-bukti tambahan terkait kasus yang tengah mereka tangani. Sumber internal menyebutkan bahwa dokumen-dokumen penting dan perangkat elektronik turut diperiksa oleh tim penyidik.
Menaggapi penggeledahan di Dinas Perkim Kota Pekanbaru, Ketua Umum Pemuda Milenial Pekanbaru (PMP), Teva Iris, menilai bahwa tindakan KPK ini menunjukkan keseriusan lembaga tersebut dalam memberantas praktik korupsi, khususnya di lingkungan pemerintahan daerah.
“Kegiatan penggeledahan ini merupakan langkah konkret dalam memastikan bukti-bukti kasus korupsi yang sedang diusut. Kejadian ini juga menjadi peringatan bagi seluruh pejabat publik bahwa KPK terus mengawasi dan tidak akan segan bertindak tegas terhadap pelanggaran hukum,” ujar Teva.
Ia juga menambahkan, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama yang dipegang oleh setiap lembaga pemerintahan.
“Kita berharap kasus ini bisa menjadi momentum untuk meningkatkan integritas di tubuh pemerintahan daerah, khususnya di Pekanbaru. Jika ditemukan pelanggaran, penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Dalam OTT, pada Senin (9/12/2024) lalu, KPK menetapkan tiga pejabat Kota Pekanbaru sebagai tersangka, yakni Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah (Sekda) Pekanbaru Indra Pomi Nasution, dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru Novin Karmila.
Ketiganya diduga terlibat dalam praktik pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Sekretariat Daerah (Setda) Pekanbaru sejak Juli 2024. Uang hasil pemotongan tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Risnandar dan Indra.
Selain itu, Risnandar juga diduga menerima uang sebesar Rp2,5 miliar dari penambahan anggaran untuk kebutuhan makan dan minum Setda pada November 2024.
Dalam operasi ini, KPK menemukan barang bukti uang sebesar Rp6,8 miliar. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. (Rezha)