DERAKPOST.COM – Terjadinya pemecatan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Riau, Dedy Sepriwandi, MPd, oleh pihak yayasan menuai polemik. Pasalnya, pemecatan dinilai cacat prosedur.
Karena saat ini, dualisme kepemimpinan PGRI di pusat sedang bergulir kasasi di Mahkamah Agung (MA), pihak PGRI tak dibenarkan membuat keputusan apa pun. Termasuk perihal yayasan yang merupakan bagian dari aset PGRI. Selain itu ada juga intimidasi berupa ancaman kepada Dedy oleh pihak yayasan.
“Klien kami pagi tadi mendapatkan SK (surat keputusan) pemberhentian Dedy sebagai Kepala SMK PGRI dinilai cacat prosedural dan ada pelanggaran hukum. Dan ada pelanggarn SOP yang kami duga,” kata Darussalim SH MH didampingi Akil Pernando SH MH, selaku pengacara, Kamis (10/4/2025).
Dijelaskan Darus, langkah Eka Satria selaku ketua, dan Bantuan selaku Sekretaris Yayasan Pembina PGRI Riau yang disebut cacat prosedur karena tidak menjalankan kaidah aturan. Dedy tidak memiliki kesalahan apapun.
Terkait polemik dualisme kepengurusan PGRI di pusat, harusnya diserahkan kepada keputusan hukum yang saat ini sedang dalam tahap kasasi di pengadilan. Yakni antara kubu Dr Drs H Teguh Sumarno MM dan Prof Dr Unifah Rosyidi MPd.
Dalam mengambil sebuah keputusan, mestinya bukan karena suka atau tidak. Tetapi karena kecakapan. Soal kisruh kepemimpinan di pusat, biarlah menjadi ranahnya sendiri. Masa jabatan Dedy sendiri sebagai kepala SMK PGRI adalah empat tahun. Terhitung 1 Desember 2023 hingga 30 November 2027.
“Memang soal pergantian ini kewenangan pihak yayasan, tetapi ada mekanisme atau aturan main yang harus ditaati. Kami minta kepada pihak terkait tidak melakukan pelanggaran hukum. Salah Salah satunya melakukan pemberhentian klien kami sebagai Kepala SMK PGRI Pekanbaru,” ungkap Darussalim.
Soal intimidasi, sebelumnya Deddy mendapatkan tekanan agar mundur dari jabatannya sebagai Kepala SMK PGRI Riau. Kemudian mengacam akan membuka semua persoalan di sekolah selama kepemimpinan Dedy ke ranah hukum.
Dalam keterangan pers. Dedy sendiri menurut Darussalim tidak memahami ancaman dimaksud hingga berujung akan ke ranah hukum. Karena merasa tak memiliki kesalahan, Dedy tak mehiraukan. Intimidasi meminta mundur pun enggan diindahkan.
“Pada 14 Maret, klien kami didatangi Eka Satria dan Bantuan dan tiga orang perwakilan yayasan meminta agar Dedi mengundurkan diri. Jika tidak permasalahan masalah hukum di sekolah akan naik ke ranah hukum. Inikan sudah bentuk intimidasi dan sangat disesalkan. Namum tidak digubris, klien kami tetap bertahan,” jelas Darussalim.
Hingga akhirnya SK pemecatan pun dilayangkan kepada Dedy. Pergantian kepala SMK PGRI Riau pun terkesan dipaksakan, hari ini juga langsung menganti kepala sekolah yang baru, seiring dikeluarkannya SK pemecatan tersebut.
“Kami meminta kepada yang bersangkutan membatalkan SK tersebut serta mengembalikan jabatan Dedy sebagai Kepala SMK PGRI Pekanbaru. Kemudian meminta kepada Eka Satria dan Batuan sebagai Ketua dan Sekretaris pengurus perwakilan yayasan pembina PGRI Riau agar memulihkan nama baik Dedi,” papar Darussalim lagi.
Lebih lanjut, Darussalim pun menyatakan sebagai kuasa hukum Dedy, sedang mempertimbangkan mengambil langkah hukum. Baik melalui upaya pidana mau pun perdata. Namun sebelum hal itu dilakukan, terlebih dahulu akan segera melayangkan somasi kepada pihak terkait.
“Hari ini juga kami akan melayangkan surat somasi kepada yang bersangkutan. Agar mereka sadar atas tindakan yang mereka lakukan adalah seauatu yang keliru dan melawan hukum. Kalau pun mereka tetap tak mengindahkan, tentu harus siap menghadapi proses hukum yang nantinya akan berjalan,” tegasnya. (Dairul)