YLKI Ini Sayangkan Kemenhub Kurangi Subsidi Angkutan Umum Bus Perkotaan

0 145

DERAKPOST.COM – Diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan melakukanĀ  pengurangan padansubsidi untuk angkutan umum bus perkotaan. Hal itu mendapatkan kritikan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Dalam hal ini, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, pihaknya sangat menyayangkan terjadinya pengurangan subsidi angkutan umum bus perkotaan. “Ini merupakan langkah mundur bisa berdampak serius terhadap pelayanan angkutan umum, baik di daerah maupun di kota-kota besar,” ujarnya.

Tulus berpendapat pemangkasan subsidi bisa memicu kenaikan tarif angkutan umum. Imbasnya, masyarakat akan beralih ke kendaraan pribadi, terutama sepeda motor. Padahal sepeda motor merupakan moda transportasi yang paling sering mengalami kecelakaan lalu lintas. Data dari Integrated Road Safety Management System (IRSMS) Korlantas Polri mencatat kecelakaan sepanjang Januari hingga Oktober 2024 didominasi sepeda motor dengan 169.559 kasus.

Dikutip dari Tempo.co. Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno mengimbuhkan, pengurangan subsidi angkutan massal bus perkotaan akan sangat merugikan masyarakat, terutama kelas bawah. Sebab, transportasi publik merupakan sarana mobilitas yang terjangkau. “Pengurangan subsidi bagi transportasi publik menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat kelas bawah,” tuturnya.

Ketika pengurangan subsidi terjadi, tutur Agus, ada kemungkinan biaya tersebut akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan tarif yang signifikan. Jika hal itu terjadi, masyarakat akan berhitung untung-rugi menggunakan kendaraan pribadi dibanding transportasi publik. Hal inilah yang akan mendorong masyarakat meninggalkan transportasi publik dan memilih kendaraan pribadi.

Menurut Agus, kondisi ini berisiko meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak sehingga kebutuhan subsidi BBM pun akan makin besar. Sebab, selisih biaya yang dikeluarkan masyarakat untuk menggunakan transportasi publik tanpa subsidi jauh lebih tinggi dibanding kendaraan pribadi.

Bank Dunia merilis pengeluaran ideal untuk sektor transportasi sekitar 10 persen dari pendapatan. Sedangkan saat ini pengeluaran masyarakat Indonesia untuk transportasi mencapai 25-35 persen dari pendapatan. Alih-alih mengurangi subsidi, Agus menilai semestinya pemerintah memangkas pengeluaran masyarakat ini dengan transportasi publik yang nyaman, aman, dan murah.

Di sisi lain, Agus menekankan komitmen pemerintah daerah sangat penting untuk membangun transportasi publik. Program transportasi publik dengan BTS yang diluncurkan pemerintah sejak 2020 harus mulai sepenuhnya diambil alih oleh daerah, termasuk dalam pembiayaan kegiatan operasional. Untuk itu, pemerintah daerah harus lebih kreatif mengembangkan pendapatan nontiket. Misalnya lewat pemasangan iklan atau kemitraan pembayaran digital untuk menopang pelayanan dan biaya operasional.

Pengurangan subsidi untuk angkutan massal bus perkotaan menjadi sorotan sejumlah pakar transportasi. Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai langkah ini dapat mempersempit akses masyarakat ke moda transportasi. Di Indonesia, dampak sosialnya bisa jauh lebih luas, seperti putus sekolah, yang berpengaruh pada peningkatan angka pernikahan dini dan kasusĀ stunting.

Dari 552 pemerintah daerah di seluruh Indonesia, MTI mencatat hingga saat ini baru 14 kota yang angkutan umumnya dibenahi. Jika subsidi untuk angkutan umum seperti bus perkotaan diturunkan, Djoko khawatir progres penyediaan transportasi publik di Tanah Air akan makin lambat.

Padahal, tutur Djoko, keberadaan angkutan umum berperan penting dalam mengendalikan tingkat inflasi daerah. Contohnya di Palembang, program Angkot Feeder Musi Emas berkontribusi pada pengendalian inflasi dan pengurangan kemiskinan ekstrem. Dinas Perhubungan Palembang mengklaim masyarakat merasa terbantu dalam menjalani aktivitas sehari-hari karena tarif angkutan ini gratis.

Contoh lain, bus angkutan perintis di Kabupaten Kutai Kartanegara, yang melayani trayek Samarinda-Kembang Janggut, diperpanjang ke Tabang melalui SK Bupati. Trayek ini diberi subsidi sebesar Rp 140 juta per tahun dan telah berjalan selama empat tahun. Menurut Djoko, operasi bus ini menjadi salah satu upaya pemerintah daerah yang berhasil dalam mengendalikan inflasi dengan memanfaatkan anggaran yang disediakan setiap tahun.

Meski menimbulkan dampak negatif, guru besar bidang transportasi Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menilai pengurangan subsidi juga berdampak positif apabila operator melakukan langkah efisiensi dan meningkatkan produktivitas. Menurut dia, hal itu akan mendorong operator memperbaiki perencanaan serta operasi yang lebih optimal meski dengan subsidi yang berkurang.

Pasalnya, subsidi untuk operator bukan subsidi langsung bagi penumpang. Jika operator mampu menjawab tantangan dengan berbagai terobosan agar tetap mampu memberikan layanan publik dengan standar pelayanan minimum yang telah disepakati, menurut Sutanto, tidak ada alasan bagi penumpang untuk meninggalkan layanan yang tersedia. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.